Ayo Berjuang

Ayo Berjuang
Pantang Mundur

Kamis, 31 Oktober 2013

Berbagi Ilmu di Desa Nunuk: Blog dan Ebook PDF

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Hai pembaca, apa kabar semua? Seperti biasa, selamat beraktivtas buat hari ini dan mudah2an sukses :D salam hangat buat yang enggak membaca ini :)

Oh iya, waktu itu kan gue pernah ceritain soal tragedi di Desa Nunuk ya. Gue mesti pikir balik, apakah ada hal mengharukan yang akan mengungkapkan tangis bahagia di sana. Iya, tragedi yang gue ceritain kan menyebabkan tangis duka. Gimana dengan tangis sukanya? Apakah ada?

Ternyata ada. Dan ternyata gue melupakan itu.
Karena, gue terlalu fokus terhadap bayangan negatif Tango dan kejadian naas itu. Iya, ini salah gue. Ini bakal menghisap habis energi yang gue miliki.
Dan gimana caranya agar energi yang baru akan masuk ke jiwa raga ini? Ya, mungkin cerita mengharukan akan menghasilkan hal tersebut. Eh, enggak kok, pasti. Gue bisa merasakan alias memprediksikannya. Soalnya, kan gue udah ceritain hal yang mengharukan saat Seminar MPE kemaren, dan gue ngerasa sangat sangat lega atas segala macam jerih payah usaha selama itu... Bayangin, gara2 kejadian naas, gue cuma bisa meneliti lima hari bersih. Sisanya mengurus kejadian naas dan beristirahat sejenak alias santai2.

Oke, cerita ini berawal dari flash back kejadian pada tanggal 30 Agustus 2013 kemarin. Tepatnya, pada saat hari terakhir bersih gue buat nginep di Desa Nunuk. Sebuah Desa yang ternyata menjadi kado pengalaman suka duka bagi diri ini. Hehe, siapa yang nyangka sih kalau gue bisa ngomong yang kayak begituan?

Pagi seperti biasa, gue dan temen sekamar sekaligus temen satu kelompok seminar kemarin (baca: Bacang) sarapan pagi bersama Indung Semar alias tuan rumah tempat gue nginep sementara - Mas Warkim yang baik hati namanya. Sembari menyantap makanan pagi yang luar biasa sedap itu, Mas Warkim tiba2 ngomong, "Mas Ardi, entar jadi temenin saya.. Maksudnya, ajarin saya buat bikin blog, ya. Saya pengen tahu, hehe. Entar aja, sehabis jumatan.". Saya mengangguk dan mengiyakan pastinya.

Tiba2 gue bertanya dalam hati, "Mengapa ada juga seorang Ndeso yang mau membuat blog? Mas Warkim ini mahasiswa, terus... Kenapa... Sebenernya juga, membuat blog kan bukan kewajiban mahasiswa juga...".

Mas Warkim kemudian melanjutkan komentarnya, "Saya pengen jadi... Perintis pertama mahasiswa di kampus yang membuat blog.. Hehe..".

Wait, what? Artinya, dengan ajaran - berbagi ilmu mengenai blog dari gue ini - artinya kampus itu akan melahirkan pencetus pembuat blog pertama? Subhanaullah. Ini berada di luar perkiraan gue.

Dalam hatiku mulai menangis membanjiri bendungan keharuan. Bendungan keharuan atas rejeki Yang Ilahi berbentuk modal sosial budaya: ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan membuat blog. Membuat blog agar kampus seseorang itu semakin maju.

Nb: Hey! Sekarang ini bukannya gue lagi bikin blog ya!? Cukup sering dan gue tentu aja tahu cara bikin blog.. Dan.. Ada seorang mahasiswa dari Jawa Barat - dari Indramayu tepatnya - yang meminta gue akan tips2 bikin itu... Buat kemajuan kampusnya...
Kenapa gue heran? What's something special about this? Yeah, of course! Gue gak nyangka, gue kira gue bikin blog cuma buat main2 (baca: buat curhat sama buat salurin kegemaran)! Ternyata, membuat blog juga bisa menjadi wadah untuk menyalurkan ilmu pengetahuan!
:"D

Oke2... Setelah jumatan, kami berdua langsung saja ke warnet terdekat. Kami memesan komputer, dan ternyata kami duduk tepat di belakang anak-anak SD di Desa Nunuk yang lagi main game2 first person shooter (FPS) seperti Counter Strike dan sebagainya yang gak begitu gue kepo juga. Sekalipun gue juga suka main game, tapi gue sukanya main game console bukan main komputer.

Mas Warkim berkomentar, "Aduh... Gaduhnya anak-anak SD itu... Main tembak2an, yang sadis2... Pake teriak2 segala, apa sih serunya..". Saya mengomentari tanda kasihan terhadap pendapatnya itu, "Haha, iya... Namanya juga anak2, sekali dikasih game pasti dia ketagihan. Mereka udah gak melihat yang sadis2nya, tapi serunya itu, sensasi tegangnya itu. Karena juga, maksudnya game dibuat emang kayak gitu, mas.". Mas Warkim menjawab lagi, "Hmm... Semenjak warnet dibuka, makin banyak anak SD yang ke sini dan... Saya dengar2 ini yang bikin anak2 SD itu punya banyak nilai merah... Lagian, gak dibatasin mainnya..".

Ini juga merupakan catatan pribadi buat diri gue, jadi catatan ilmu baru. Keadaan Desa Nunuk dan hubungannya dengan teknologi warnet ini sudah ada di tempat tinggal gue (baca: Bintaro) saat gue SD - tahun 1999an. Waktu itu pertama kali diperkenalkannya CS, sedangkan Ragnarok baru ada tahun 2002an - sebagai markas besar cewek2 cakep. Ya kan? Cewek2nya Ragnarok cakep2. Eh, kalimat terakhir itu gak usah dipikirin. Ini sih asumsi kasar aja, seinget gue listrik aja baru masuk ke Desa Nunuk tahun 2000an awal. Sedang, buka warnet palingan sepuluh tahunan kemudian, artinya paling baru dua tiga tahun yang lalu warnet baru ada di sini. Soalnya warnet kan butuh daya listrik yang tinggi juga. Ya, Bintaro mah - lo tahu sendiri - udah masuk listrik sejak kapan tahu - sejak 1979an mungkin pas Bintaro Jaya muncul.

Maksudnya apa? Coba lo sebagai antropolog atau pemerhati teori neo evolusi kaji hal ini. Apa yang bisa kita kaji lewat perspektif itu? Ya sekali lagi ini cuma asumsi kasar aja: sekitar dua puluh tahunan lagi Desa Nunuk mungkin akan menjadi Bintaro seperti Bintaro pada tahun 2002an. Mungkin pada tahun 2023-2033 mungkin, Ragnarok baru akan ada. Ya, kali itu anak2 SD Kota Kecil Nunuk (namanya bukan desa lagi! Small Town Nunuk) akan keranjingan cewek2 cakep. Ya, sekali lagi yang terakhir ini gak usah dipikirin XD.

Tapi gue pikir dan gue rasa teori tersebut bisa dibantah lewat perspektif historinya Franz Boas atau konfigurasional Alfred Louis Kroeber. Kalau pembaca mau mencari sendiri, boleh cari aja sendiri. Maksudnya, teliti sendiri. Tapi, kalau enggak karena males juga gue gak ngelarang XD. Kita kan gak tahu kalau asumsi awal tadi bisa aja jadi Statement of Intent skripsi antrop, ya gak?

Skripsi? Go to hell!! -,- (kok malah jadi keinget skripsi).

Err...
Lanjut ke cerita tadi. Ya, buat anak2 SD itu mudah2an mereka tetap bisa membagi waktu bermain dan belajarnya. Gue berpendapat, "Ya, sebenernya mas kalau waktu main mereka dibatasin ya mereka gak bakalan dapet nilai merah. Ini mereka dapet nilai merah pasti karena gak jelas kapan mereka main dan kapan mereka belajar. Jadi, orang tua mereka harus mendisiplinkan mereka. Hehe, cuma pendapat saya aja lho. Soalnya, orang tua saya begitu kalau sama saya. Beliau galak banget kalau saya melanggar waktu bermain dan belajar, haha.". Mas Warkim mengiyakan tanda setuju sembari berkomentar, "Wah, mama kamu galak amat ya?". Kami berdua tertawa sembari memasukan alamat email dan password di blog yang baru.

Akhirnya, blog Mas Warkim jadi. Jujur, gue lupa apa nama blognya. Yang jelas udah jadi aja.

Mas Warkim menunjukan ekspresi lega dan senang setelah kegiatan sederhana ini selesai. Gue juga mengungkapkan ekspresi yang kurang lebih mirip dengan beliau tadi. Akhirnya, kami berdua pulang ke rumah.

Malam setelah panggung perpisahan, gue lari dengan beberapa kawan seperti Fendi, Bayu, Darsya, Imam, dan Rakhmat. Kami semua lari karena basah kuyup - TEPATNYA HUJAN. Gak nyangka banget - padahal saat ini kan lagi musim kemarau, kok tiba2 hujan datang - besar pula - dan di tengah malam pula.
Gue, Imam, Rakhmat, dan Fendi menumpang terlebih dahulu di rumahnya Bayu dan Darsya. Sembari bertelanjang dada, kami berbincang-bincang untuk menunggu hujan reda. Ternyata, hujan tidak reda2 dan gue terpaksa menerobos hujan itu.

Untung aja kediaman Mas Warkim gak jauh dari kediaman Mas Yono - Mbak Ima itu. Sesampainya gue di rumah, ternyata ada Mas Warkim menunggu sambil mengerjakan skripsi di netbook-nya. Katanya, "Wah, basah kuyup? Ayo mas, mandi aja dulu.". Gue mengiyakan dan langsung bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan diri.

Setelah mandi dan berpakaian, gue berbincang2 dengan Mas Warkim. Mas Warkim kemudian menutup buku bacaannya. Gue bertanya apakah gue mengganggunya mengerjakan skripsi, ternyata katanya, "Saya mau istirahat dulu ah. Ngobrol sama Mas Ardi lebih enak daripada ngerjain skripsi (tertawa).". Saya terharu mendengar pendapatnya itu.

Sekarang... Adalah saat yang tepat untuk memberikan Mas Warkim akan souvenir dari rumah. Souvenir itu gak sama kayak yang akan diberikan Bacang, yaitu baju koko muslim. Gue sendiri akan memberikan... PDF book yang bertemakan 'pendidikan islam versus pendidikan barat' sebanyak tiga puluh buah buku.

Apakah kejadian ini akan berakhir mengharukan?

Mari kita lanjutkan ceritanya terlebih dahulu. Baru saja gue mau berikan beliau akan tiga puluh buku digital ini, eh mati listrik!
Mati listrik? Drat. Gue jadi putus asa. Apa gue berikan besok pagi saja? Cuman kan besok gue mesti pulang pagi2. Gue takut gak sempat. Apakah enggak jadi nih, acara berbagi ilmu yang satunya ini?

Tepat. Hati gue udah was2 aja.

Sembari menunggu nyalanya listrik, gue dan Mas Warkim akhirnya berbincang2.

Mas Warkim: Mas Ardi anak ke berapa? Gimana kalau soal keluarga?

Gue: Saya anak ketiga dari dua bersaudara. Dua kakak cewek semua. Yang satu anak kedokteran, yang satunya lagi anak psikologi klinis. Terus, mama kerja jadi dokter. Ayah udah cerai dari saya lulus TK.

Mas Warkim: Ooh.. Wah, berarti Mas Ardi ini punya keluarga yang cendekiawan banget... Punya dokter sama psikologi... Wah... Keluarga kayak gitu mah jarang banget di sini...

Gue: Hehe... Iya.. Ehm, mas.. Ini pendapat pribadi saya aja sih... Ya, mungkin saya emang termasuk di dalam anggota keluarga cendekiawan.. Tapi, menurut saya keluarga cendekiawan di kota Jakarta dan sekitarnya gak bakalan ada maknanya kalau mereka gak bisa memberikan manfaat buat hidup.. Terutama buat hidup orang2 yang gak punya.

Mas Warkim: Ooh...

Gue: Iya, kami ada - punya ilmu - dan itu mesti dibagi buat orang2 yang gak punya ilmu. Kami harus melayani siapapun dia. Kami gak tahan kalau melihat ketimpangan - ada yang pintar dan ada yang bodoh. Di kota, udah banyak banget kejadian ketimpangan. Ada orang miskin, dia makin miskin. Tapi, kontras sama orang kaya - mereka itu subur banget harta kekayaannya. Kan gak bener. Menurut saya, cendekiawan sejati itu bisa mengatasi ketimpangan itu. Jadi, semua bisa kaya raya - bisa berilmu pengetahuan - kenapa enggak? Hehe, ini cuma pendapat saya aja sih mas..

Mas Warkim: Ooh.. Iya, iya, saya juga mah pasti setuju, saya gak bisa bilang 'enggak' buat itu.

Gue: Iya... Saya gak akan bosan2 meraih ilmu dan berbagi, mengamalkannya. Di manapun, kapanpun. Gimanapun.

Blip! Listrik menyala!

Mas Warkim: Eh, listriknya udah nyala lagi? Alhamdulillah...

Gue: Alhamdulillah... Maaf mas, boleh saya pinjam netbook-nya?

Mas Warkim menyodorkan dan saya langsung saja memberikan tiga puluh buku itu.

Gue: Mas Warkim... Ini, sebenernya saya kira ini jadi hadiah buat mas karena mas lagi mau skripsi soal pendidikan Islam. Ternyata, saya baru tahu kalau setelah dua bulan kita gak berjumpa, mas mengganti tema skripsi jadi psikologi Sholat. Iya, tapi saya tetep kekeh buat berikan tiga puluh buku ini. Biar Mas Warkim mudah2an semakin tertarik sama masalah pendidikan Islam. Silahkan mas, dilihat dulu.

Btw, untung aja ada Adobe Reader di netbook-nya Mas Warkim. Kalau enggak kan usaha gue amsyiong! -,-

Mas Warkim: Wah... Bagus2 bener... Wah, saya enggak tahu mesti bilang apaan...

Gue: Bilang 'makasih' aja, mas!

Kami berdua tertawa terbahak2 memecahkan sunyinya malam mengharukan itu.

Gue: Akhir kata saya buat Mas Warkim aja nih... Gimanapun keadaannya, jangan cepat menyerah dalam meraih ilmu atas Nama-Nya ya Mas. Tetap membaca dan tetap berpengalaman ya mas. Tetap belajar, pada akhirnya. Tiga puluh buku ini 'hanya akan' jadi awal perjalanan mas dalam menuntut ilmu mengenai pendidikan Islam. Saya berdoa dan berharap mudah2an mas mendapatkan bahan2 yang lebih baik daripada ini, sehingga mas semakin bernafsu dalam belajar meraih Ilmu-Nya. Aamiin.

Mas Warkim: Aamiin... Sekali lagi, makasih banyak ya, Mas Ardi. Nah, mungkin kita lanjut ngobrol besok aja kali, hari udah malam nih, udah jam dua belas malam. Besok Mas Ardi kan mau berangkat jam delapan pagi ya? Yuk, istirahat sekarang aja, mas.

Gue: Oke mas! Sama2 lho. Saya juga makasih buat bimbingan mas selama ini. Hehe.

Gue melihat tempat tidur yang kosong itu (baca: Bacang belum pulang - dia lagi nongkrong dulu di Balai Desa). Sunyi senyap. Ketika gue bersetubuh dengan kasur itu, ia seakan2 berkata, "Betapa mengharukannya hari ini, terutama malam ini. Terima kasih ya Mas Ardi - udah jauh2 dari Bintaro dan UI Depok - mau membagi2 ilmunya di Desa Nunuk!". Gue tersenyum dan menangis di dalam sanubari.

Gue tidur dengan sangat nyenyak. Gue ngerasa bahwa gue adalah orang yang paling bahagia saat itu.

Selasa, 29 Oktober 2013

Maksud Gue Juga Biar Solid Kok - Sebuah Renungan

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Hai pembaca yang baik2 hatinya :D mudah2an sehat terus. Gak lupa, kayak doa gue yang kemarin itu lho, abis gue limpahin segala macem curhatan gue ke elo semua: sukses dalam meraih cita2 dan impian kalian. Selamat beraktivitas :D

Kebetulan gue lagi libur. Kebetulan hari ini gue juga mau sejenak melupakan berbagai kepenatan akan kesibukan gue di masa selanjutnya. Ada beberapa sih, seperti skripsi (Statement of Intent-nya udah gue bikin sih, cuman belum dikumpulin aja), himpunan (jadi mentoring adek kelas sama jadi kepala majalah... Here we go again these little pests of annoyance!), dan cari link buat ke University of Sussex (gak nemu2, hiks2).

Gue mau sejenak melupakan hal itu.

Gue mau mengingat kembali apa aja yang pernah gue lakuin semasa gue kuliah dulu.

Tingkat pertama penuh dengan Ospek. Kisah utamanya pasti 'dikejar2 senior ampe nangis kejer2'. How annoying, jadi menurut gue gak menarik.

Tingkat pertama penuh dengan kesibukan belajar. Tingkat yang paling susah. Gue ngerasa bahwa tingkat ini merupakan 'inisiasi' diri gue buat belajar di antrop. Tak kenal maka tak sayang. Lebih jauh lagi, kalau mau sayang beneran, lo mesti Knowing Every Particular Object about that alias kepo.

Jadilah gue (cukup) kepo tentang antrop dengan bermandikan nangis air darah tentu saja.

Nah, akhirnya tingkat ketiga...

Di tingkat ketiga ini, kalo lo udah jago banget sama tingkat dua - atau seenggak2nya mayan ngertilah - lo bisa santai2. Emang sih sibuk juga, tapi enggak sesibuk yang di tingkat sebelumnya gitu.

Jadi, kita bisa curi waktu lebih luwes daripada yang sebelumnya.

Apa yang gue lakukan bersama dengan teman2?

MAIN GAME BARENG!! -,-

Gue waktu itu berhasil membuat dua kali perkumpulan gamers antropers. Dua kali itu jadi kenangan yang signifikan, tahu? Nah, yang pertama ialah balap CTR - Crash Team Racing. Kalau gak tahu game ini, artinya masa kecil lo kurang bahagia! Hahaha, anak2 yang lahir tahun 90an wajib banget mainin game yang satu itu! XD Pertemuan kedua ialah Bishi Bashi.

Apa benang merah dari kedua pertemuan itu? Sekali lagi, gue, sebagai kepala pertemuan alias Project Officer itu, mengadakan pertemuan2 itu dengan alasan yang enggak main2 lho.
1. Ada kesamaan karakteristik material yang dijadikan panggung bermain, yaitu game tahun 90an. Tepatnya game PS1. Kenapa game PS1? Because it was damn very nostalgic. Ini juga gue pertimbangin soalnya rata2 yang ikutan main ini ya anak2 yang lahir tahun 90an (gue sendiri lahir tahun 1992). Grafiknya emang jelek gila. Tapi, sekalinya dimainin yang teringat di benak dan batin lainnya ialah kenangan atas game itu - tertawa bersama dengan kawan bermain - mencaci maki bersama, dan sebagainya. Iya kan, interaksi sosial yang ada di dalam console games tersebut bersifat langsung alias tatap muka! Gak kayak game online! Makanya, gue gak mau mainin game online
2. Kedua pertemuan itu tidak main dan tidak bukan ialah bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi. Kenapa? Masalah? Kata2nya terlalu agamis? Oke, secara antropologis bertujuan untuk memperkuat solidaritas agar kolektif dapat sustain alias bertahan hidup, teori ini dikemukain oleh Alfred Reginald Radcliffe-Brown atau yang biasa David Graeber panggil 'al-Brown'. Kenapa? Istilahnya terlalu berat? Salah sendiri, siapa suruh baca ini XD

Iya, solidaritas. Intinya gini sih, solidaritas itu artinya sama aja kayak silaturahmi. Memperteguh kekuatan kelompok, membuat masing2 anggotanya semakin akrab satu sama lain, semakin intim tanpa berhubungan intim (?). Ya gitu dah. Kalau masih juga gak ngerti, mendingan langsung ngomong konsul ke gue, ye. Gue lagi gak mood ngejelasin konsep ini.

Kenapa gue malah nawarin yang gak jelas?

Oke, lanjut ke cerita. Di tengah2 kesibukan gue waktu itu pas bikin acara 'kecil2an tapi besar juga', ada seorang teman yang juga enggak kalah sibuknya dengan gue.

Malah, dia lebih sibuk. Karena, dia mengadakan kegiatan pertemuan itu dalam waktu beberapa kali seminggu.

Teman itu bernama Anis. Anis - cowok yang suka banget sama sepak bola dan bermain itu juga (termasuk futsal tentunya) - suka banget mengadakan reuni dan temuan2 lainnya dalam hal sepak bola. Iya, pokoknya ikutan aja sama Anis, pasti lo bakalan sehat. Sehat jasmani rohani. Jasmaninya lo mengolahragakan tubuh. Rohaninya lo bisa semakin akrab dengan teman2 sparing lo, ya?

Suatu kali Anis ulang tahun, dan dia SMS "Makasih ya Di atas ucapannya. Btw kok lo gak dateng ke undangan gue? Undangan main futsal? Wah, lain kali ikutan dong Di. Gue ngerasa gak enak nih kalau ada temen sendiri yang gak keundang".

... Hm? Anis?

Sampai siuatu saat - gue lupa - Anis sempat berkata, "Jadi, kenapa gue ajak lo - cowok2 antrop - main futsal? Biar kita semua makin akrab. Makin tahu satu sama lain dengan cara yang sehat!".

Astaga! Astaghfirullah!

God please show your mercy. Anis, please forgive me. :(

Gue keterlaluan banget. Gue lupa, bahwa ada seorang teman yang berusaha memperkuat solidaritas dengan cara yang berbeda. Dia begitu concern atas hal itu. Dia khawatir bahwa suatu saat akan ada kekenduran solidaritas antropers.

Begitu juga dengan gua! Gue juga khawatir bahwa antropers ini akan hilang kekompakannya karena berbagai hal. Salah satunya karena banyak clique atau genk2 kecil yang ada di sini. Misalnya, si A main terus sama si B. Terus si C main terus sama si D. Dan sebagainya.

Gue ingin memperkuat solidaritas dengan mengajak semua cowok - dari berbagai clique mana pun - dalam game. Dan triknya itu simpel: bikin tanding berdua dengan teman yang beda clique. Kan gampang. Jadi, biar si A lawan C. Terus, si B lawan D. Gitu. Jadi kan kita makin akrab satu sama lain.

Dan selama ini gue selalu menolak dan melupakan futsal maupun sepak bola. Kenapa?

Berawal dari kesukaan gue terhadap bola dan futsal ada tahun 2006. Ya, jujur gue baru pertama kali suka bola pada tahun 2006 tepatnya saat World Cup 2006 eksis. Gue suka banget. Gue langsung suka sama Italia dan Juventus. Sekalipun Juventus di saat yang bersamaan kena degradasi akibat skandal wasit, gue tetep bela Juventus.

Tahun 2006 itu tepat ketika gue masuk ke kelas 3 SMP. Nah, tahun 2011... Gue mulai ngelupain sepak bola... Kenapa demikian...?
Tahun 2007 gue masih suka sama Italia dan Juventus. Terus, gue masuk ke SMA pada tahun yang sama juga. Nah, di sinilah. Gue masuk ke ekskul bola. Tahu kenapa?
Gue dipeloncoin. Gue di bully. Gue dicemooh karena gak bisa main bola. Semua anggota ekskul itu bilang kalau gue payah. Aksi gue jelek melulu. Gak bisa bikin gol ke gawang lawan, malah sering bikin gol ke gawang sendiri alias bunuh diri. Gak bisa gocek. Posisi yang gue lumayan bisa akhirnya back. Eh, banyak juga strikers yang bisa lewatin pertahanan gue. Semuanya complaint ke gue. Kawan marah2in gue melulu, sedangkan lawan malah ngata2in gue melulu. Serba salah deh kalau main bola sama futsal.
Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa gue gak pantes suka sama bola. :"(. Pernah gue suatu kali ditanya sama salah seorang anggota ekskul soal klub favorit, dia sontak menjawab dengan lantang "Juventus goblok!".
Cinta gue terhadap bola futsal makin menyurut :"(

Pernah suatu kali gue diajak main sama rekan kerja nyokap. Rekan kerja itu orang farmasi, namanya Bang Oji. Bang Oji ini rajin banget ngajakin gue main dari kelas 3 SMA hingga tingkat pertama kuliah.
Di sini, cinta gue terhadap bola futsal agak meningkat... Karena, tujuannya bukan buat perpeloncoan...
Pas kelas 3 SMA masih agak rajin, ada kali sekali sebulan. Pas tingkat pertama kuliah cuma dua kali aja (gue inget, pas lagi buka puasa sama pas ngerayain gue masuk UI). Kegiatannya makin jarang gara2 Bang Oji makin sibuk. Dulu jabatannya kan wiraniaga, saat itu udah naik ke supervisorial. Tingkat kedua kuliah udah gak main lagi. Kenapa? Karena Bang Oji udah jadi manager, jadi makin sibuk dan makin gak punya waktu buat ngajakin gue. Sedih gue rasanya.
Akibatnya, kembali lagi - cinta gue terhadap bola futsal makin menyurut :"(

Saking sedihnya, ampe2 ketika gue mau nonton bola, atau melihat apapun yan berhubungan sama futsal dan sepak bola - yang keingat ialah... Perpeloncoan... Dan kesedihan akibat ditinggal sahabat baik... :"(

.... :"( semenjak saat itu, gue melupakan sepak bola. God damn it. Yang terasosiasikan antara sepak bola dengan futsal pasti tidak lain dan tidak bukan adalah perpeloncoan dan kesedihan itu sendiri. :"(

Sampai suatu kali Anis berkata, "... Ya, gue.. Emang gue cowok yang jago main bola? Ya enggak! Emang gue mau bilang kalau main bola itu dunianya cowok belaka? Biar cowok makin maskulin? Ya enggak! Main ini - sekali lagi - buat solidaritas! Biar kita makin akrab! Ayo, seberapa pun kemampuan lo, main aja!".

Ironisnya, kata2nya mirip dengan ketika gue mempromosikan kedua pertemuan itu...
Gue berkata, "Ayo, kita main! Kita senang2! Di sini, menang kalah gak masalah! Yang penting kita bisa luapin emosi bersama, kita bisa bernostalgia masa kecil kita, dan tentu aja kita bisa saling akrab satu sama lain. Kalau udah akrab, dijamin makin akrab! Ayo, kita pererat keakraban kita melalui cara yang menghibur lahir batin!".

....

Gue mesti mengubah pikiran. Gue mesti menjauhkan kata sepakbola futsal dari perpeloncoan. Gue mesti sadar, kalau mereka yang dulu memeloncokan gue dalam sepakbola sebenarnya karena mereka, antara mau iseng aja sama gue atau mereka gak suka sama keberadaan gue (sekalipun gue gak tahu kenapa mereka gak suka sama gue).
Tapi, ini butuh waktu yang lama.... :"(

Anis dalam olahraga, tepatnya sepak bola dan futsal.
Dan mungkin seharusnya gue sadar: sosok Anis ini mengingatkan ke gua akan sahabat lama - si Bang Oji. Gak ada Bang Oji, jadilah Anis.
Sekalipun gue gak tahu, masih sempatkah waktu gue buat bercengkrama di lapangan hijau itu dengan Anis dan kawan-kawan yang main juga? Bukan apa2... Masih ada beberapa pekerjaan... Egh! Skripsi dan himpunan! Gue kan gak tahu bakalan sesibuk apa gue dalam mengurus dua pekerjaan naas tersebut... OOOAGGGHH! GO TO THE HELL BOTH OF YOU!! :"(

Kembali lagi:
Gue dalam game, tepatnya game2 nostalgis.

Makasih banyak Ya Allah. Makasih banyak, Nis. Lo udah ngingetin kawan satu lo yang bodoh ini :( mudah2an kebodohan ini cuma terjadi sekali seumur hidup.

Senin, 28 Oktober 2013

Seminar MPE (Bagian Ketiga alias Terakhir)

Yea, here we go again and again! We'll save the day for this day! XD

Oke, tibalah hari ketika gue akan menapaki panggung baru gue menjadi etnografer yang andal: I will attending the conference! Oke, deg2an, tapi gak bikin jantung mau copot kok, enggak ampe yang segitu parahnya :D
Nah, gue tiba di kampus pagi seperti biasanya. Kayak biasa gue sarapan dulu di dalam mobil yang baru aja gue parkirin. Kemudian, gue langsung aja jalan ke Auditorium... Eh ternyata, belum ada siapa2... -,-

Gue menengok ke arah bawah. Eh ternyata, gue ketemu sama anak2 yang baru mau mempersiapkan dirinya buat hari ini seperti Mbing, Pipit, dan Bayu di meja semen. Ya, gue langsung aja ke sana. Di situ gue langsung menyapa Bayu, "Hey, raksasa! Nih, gue pake batik. Kita janjian, kan?". Bayu tiba2 menjawab, "Eh iya Di. Gue pake kemeja biasa. Gue yang ngajak pake batik kemaren, kok hari ini malah lupa ya?".

.... LMFAO.. Ada2 aja si raksasa yang satu ini XD

Setelah gedung Auditorium dibuka, kami semua yang menjadi peserta langsung aja ke sana. Tapi, hari ini gue gak mau ke Audtorium. Gue penasaran sama yang ada di kelas F. Kebetulan juga ntar pukul 10.15 WIB gue juga presentasi di kelas F. Sesampainya gue di kelas F, gue ketemu sama Pepep yang agak heboh ngurusin kelompok hari ini. Katanya, "Haduh... Internet lemot... Aku belum dapet data semua anak... Abisan aku sibuk banget buat kemaren dan capek..". Huh, sabar ya, baru kali ini gue melihat anak Madura tersebut mengeluh sampai tingkatan seperti ini. Jakarta memang kejam -,- terutama buat anak2 yang merantau -,-.
Pepep berkata, "Di, minta flash disc mu dong... Mau aku masukin buat ke daftar urut seminar.. Kamu maju ke urutan berapa? Oh, yang kelima di sesi kedua ya? Oke2...". Haha, selamat berjuang ya Pep! :D Semoga kamu mendapat pahala yang baik di Sisi-Nya (?). Sukses dunia akhirat buatmu, Pep :D

Darsya si sohib kemudian datang. Gak lama kemudian, datang pula si Damar dan Kak Afifah. Pepep langsung menyambar, "Darsya! Damar! Ayo, cepetan mana flash dick mu berdua! Biar bisa presentasi nih!". Darsya dan Damar langsung memberikan bahan presentasinya dengan muka yang gak kalah heboh juga.

Hari ini begitu heboh, ya? Gak kalah hebohnya dibandingkan dengan yang kemarin?

Gak lama semua dosen yang mengurus kelas ini hadir: Mas Yanto, Mas Ezra, dan Mbak Dian (Mas Irwan pas sesi gue jadi moderator dan sesi selanjutnya jadi pembina. Begitu juga dengan Bu Endang). Semua udah pada siap, dan akhirnya seminar buat hari ini alias hari terakhir dimulai juga! Gak lupa, Pak Tedi juga menonton di kelas ini. Pak Dadi menonton aksinya Mbing, Pipit, Bayu, dan lainnya di Auditorium sana. Maaf ya Mbing, Pipit, Bayu, dan lainnya yang lagi beraksi di Auditorium, gue gak nonton lo semua buat hari ini :( wyatb as always doonk :D . Dan gak lupa beberapa peserta lainnya juga datang seperti Bacang, Monik, Windak, Fendi, Alin, dan Imam. Oke, kita mulai aja!

Pertama-tama, Darsya mempresentasikan soal eksistensi "The Gift" a la Marcel Mauss dan Henri Hubert dalam konteks pemberian warisan. Lalu, Kak Afifah berbicara tentang dinamika "The Gift" pada hajatan tertentu. Dua orang ini jadinya omongin soal "The Gift". Akhirnya, Damar berbicara mengenai pendewasaan seks remaja dan komparasinya pada sebelum 1998 dan setelahnya akibat iptek. Yes... We're so proud of you after all :D

Seperti biasa, sesi istirahat dimulai. Sembari istirahat dan menunggu pukul 10.00 WIB, saya bertanya kepada Ka Titi via SMS tentang keberadaannya. Tapi enggak dijawab. Mungkin lagi cari parkiran atau gimana. Tepat pukul 10.00 WIB, Mama, Ka Titi, dan Tante Ce datang :D . Kemudian, Mbak Erlita menyuguhi beliau sekalian snacks. Hahaha... Gimana gue gak terharu melihatnya :D

Oke, waktu udah menunjukan pukul 10.15 WIB dan gue langsung aja bersiap2. Bacang dan Monik yang nemenin gue juga udah siap. Kemudian, moderator Mas Irwan, pembina Bu Endang serta Mbak Dian juga ada. Ada Pak Tedi seperti biasa jadi tamu. Dan... Bu Priyanti Pakan sebagai dosen tamu... Beliau yang satu ini cukup heboh dalam mengubah atmosfer dari yang tadinya tegang... Menjadi sangat tegang... -,-

Haaayy wish me luck! XD

Pertama2, Bacang mempersentasikan eksistensi sponsorship untuk keberlangsungan TKW. Kemudian M. Ardi Pritadi alias gue (-,-) mempresentasikan "Siklus Migrant-exporting Schemes Tiada Henti-hentinya" dengan waktu yang melebihi batas satu menit (maaf ya Mas Irwan, hehehe). Akhirnya, Monik mempresentasikan tentang "Marital Power". Wuih. Pak Tedi bertanya, "Mengapa TKW banyakan ke Arab". Gue jawab, "Karena TKW pertama di Desa Nunuk itu ke Arab. Pulang2nya jadi orang gedong. Kemudian, seisi desa langsung tahu dan menjadikan Arab sebagai referensi utama buat kerja jadi TKW.". Bacang jawab, "Karena Arab itu nawarin gaji yang banyak perbulannya. Bisa sekitaran dua ampe tiga juta, jauh lebih mending daripada kerja jadi petani.".

Lalu, Bu Priyanti bertanya kepada Monik mengenai konsep "Marital Power" dan relevansinya terhadap hasil penelitiannya. Kami semua tegang. Dan Bu Priyanti berkata, "Enggak... Saya mau klarifikasi aja... Saudara Fairina (Fairina itu nama aslinya Monik. Kenapa dipanggil Monik? Gue juga gak tahu alasannya ampe sekarang) mau pakai konsep yang mana? Ambil salah satu aja, terus jadikan itu sebagai dasar argumentasi Anda...". Iya, it makes sense. Kalau ambil lebih dari satu, ya pusing dong. Lagian pula, program sarjana kan gak nuntut yang berat2. Jadi, kerangka teoritisnya kalau cuma satu aja ya enggak apa2. Kalo lebih itu mungkin buat program pascasarjana kali.

Tapi, kami Monik kebingungan. Gue dan Bacang juga gak bisa bantuin. Selain kami berdua gak ngerti sama konsep "Marital Power" itu sendiri, nah buat gue pribadi: dua kaki gak bisa gerak malahan akibat atmosfer yang ada.. Hmm...

Kemudian, Mbak Dian berkomentar untuk gue, "Judul kamu menarik! Soal siklus. Tapi, kok kamu kurang menjelaskan soal siklus itu. Jadi, saran saya buat revisi makalah nanti kamu perbaiki - analisis lebih dalam lagi soal gimana siklus itu: apa yang dimaksud dengan siklus itu, dan gimana prosesnya, gimana berjalanya siklus itu.". Saya menjawab, "Saran diterima, terima kasih ya Mbak Dian.".

Akhirnya, selesai juga! Dan, keluarga gue yang hadir pun mengucapkan selamat dan memuji2 gue (ya anak sendiri masa gak dipuji, haha). Sembari mengobrol, gue mengantar beliau sekalian ke parkiran mobil. Ya, mereka langsung pulang :D. Di tengah perjalanan, ada beberapa teman seperti Anis, Mbing, Ula, dan kawan2 yang baru aja ngambil makan siang di Departemen dan menyapa keluarga gue dengan hangat nan ramah.

Mengharukan sekali...

Akhirnya, kami sampai di parkiran dan langsung saja: beliau sekalian pulang... Dengan perasaan suka cita melihat anak - adik - ponakan ini beraksi menunjukan kebolehannya buat pagi ini. Haha...

Mengharukan sekali... Gimana gue gak terharu... :"D

Sekembalinya gue ke kelas, gue sekalian ngambil makan siang. Ya gimana gue gak laper, haha. Nah, sembari gue makan siang, haha, Wiw, Windak, Fendi, Alin, Metha, dan lain-lain (maaf ya gue lupa) berkomentar, "Ardi.. Tadi yang dateng itu nyokap, kakak, sama tante lo ya... Sweet banget... Ntar pas lo sidang skripsi, mereka juga diundang aja biar lo semangat kayak tadi!". Haha, saran diterima! :D

Yeah.. Skripsi itu juga jadi bakalan panggung baru gue...

Setelah Ishoma, kami langsung saja lanjut ke sesi yang berikutnya. Kali ini yang unjuk kebolehan.. Empat orang, atau mereka yang boleh gue sebut sebagai genk "Domestik vs Publik" karena benang merahnya mereka mempertanyakan, menantang, dan mengaplikasikan teorinya si Michele Z. Rosaldo. Empat orang ini ialah Windak, Alin, Fendi, sama Imam. Moderatornya adalah Mbak Dian, sedangkan pembinanya adalah Mas Irwan. Tamunya adalah Pak Tedi yang selalu setia menemani kami. Gimana aksi mereka? :D

Windak membahas tentang dinamika relasi gender. Kemudian, Alin membahas tentang pengambilan keputusan dalam rumah tangga. Sedangkan, Fendi membahas tentang renegosiasi antar suami istri. Akhirnya, Imam berbicara tentang konstruksi domestik publik pada biduan. Once again, we're so proud of you all!

Btw, ada tiga orang yang seharusnya ada di sini menjadi presentator juga tapi nyatanya gak bisa maju. Hm, tiga orang itu ialah Zae, Rakhmat, dan Indro. Kalo Zae, okelah dia masih ingin memulihkan dirinya akibat kejadian naas itu. Lalu, Rakhmat dan Indro yang mengundurkan diri karena alasan yang tidak diketahui - sama seperti Yoga.

Nb buat Zae: Semoga lo cepat pulih ya Zae. Maaf banget. Maaf kalo lo gak bisa hadir bersama kita. Hingga suatu saat nanti kita juga bisa akhirnya berjumpa lagi di panggung ilmiah! Kita bisa saling mengritik konstruktif. Kita bisa sama2 mendapatkan pengalaman yang mengharukan! :D

Nb buat Rakhmat: Hmm... Gue agak bingung sama lo. Gue selama ini bersusah payah nolongin lo. Tapi kenapa pada ujung2nya lo ngundurin diri? :"(

Nb buat Indro: Iya, Ndro. Kenapa lo juga gak mau unjuk diri? Kenapa lo gak ikutan neliti pada periode kedua penelitian? Tahu gak, Desa Nunuk kemaren sepi gara2 gak ada orang yang bisa diajak ikutan ketawa terbahak (?). Bukan, gak cuma itu. Lo adalah teman seperjuangan. You're a highly valued comrade after all. That's all. Why, Ndro? Why? :(

Sorenya, kami kembali ke Auditorium untuk menonton sisa pertunjukan ilmiah hari ini dan pada akhirnya nanti juga kami mau menonton acara penutupan seminar. Di tengah2 itu, Bu Yunita tiba2 menyahut saya, "Wah, ada anak mami nih! (tertawa bercanda) Tapi bagus, itu artinya kamu menunjukan keseriusan kamu!". Kemudian, beliau menanggapi pertanyaan dan permintaan Nendi dan Giri yang sepertinya akan bermasalahan untuk revisi nanti. Good luck for you all guys! :D
Nah, ada empat orang yang maju, yaitu Giska, Metha, Wiw, dan Tango - gue sebut mereka sebagai genk of kinship. Yang cuma sempet gue lihat itu si Wiw aja, membicarakan soal "Schismogenesis". Kemudian, akhir sesi Mas Yanto selaku moderator terharu, katanya "Udah lama antropologi gak ngebahas soal kekerabatan.". Kemudian, Mbak Dian berkomentar, "Tango bagus! Soal pengungkapan state of the arts nya, dan sebagainya.".

Hmph. We're even as always, Tango! Tadi gue juga sempat dipuji sama Mbak Dian. Hm, buat lo, gue gak mau kalah! :D Congrats to you, Tango. Hope yourself can defeat all of your abnormalities. Jangan cuma pinter otak doang, tapi juga pinter perilaku dong! -,-

Setelah itu, mulailah kita kepada sesi penutupan yang sangat mengharukan. Awalnya, kami meminta sambutan kesan pesan dari Pak Dadi dan Pak Tedi. Pak Dadi menyampaikan kesan pesan dan menglarifikasikan soal KPCH nya (baca: Kelompok Pengukur Curah Hujan) dan Pak Tedi menyampaikan soal kesan pesan berikut sejarah Desa Nunuk. Setelah itu, ada sambutan dari Bu Endang. Akhirnya, ada sambutan dari beberapa teman (dadakan) seperti Ubed, Nendi (?), dan Ula. Ula menangis karena terharu. Gue jadi gak enak sama si Ula :"( . Akhirnya, kami mengakhiri semuanya dengan membaca Hamdalah (serius lho) sama foto bareng.

Sangat.... Mengharukan.... Bener2... Ini bener2 menjadi kado istimewa setelah gue susah payah berjuang menghadapi kejadian naas itu... :"D

Saya kemudian pulang langsung ke rumah dan sesampainya di rumah, saya langsung tidur :D melepas kelelahan dan merayakan kebahagaiaan hari ini lewat cara yang menyenangkan fisik maupun psikis :D

Nb buat pembaca maupun yang enggak membaca ini: Enggak, gue gak mau marah atau kecewa kok, haha (?). Thanks banget ya atas doanya! Kami semua sukses dalam acara ini! Doakan pula agar revisi jurnal kami juga lancar yaa :D wyatb to you all, guys and girls of... Either the readers or not...! :"D semoga cita2 dan impian lo semua tercapai dengan sebaik2nya baik :D

Seminar MPE (Bagian Kedua)

Oke! Here we go! :D

Seminar Metode Penelitian Etnografi yang dikepalai oleh Bu Prof. Yunita Triwardani Winarto pada tanggal 16-17 Oktober 2013! Seminar yang dilakukan oleh program Sarjana Antropologi UI, tokoh utamanya adalah Mahasiswa dan Dosen Pembina yang ikut meneliti di setting yang sama, yaitu Desa Nunuk, Kecamatan Lelea, Kabupaten Indramayu pada dua periode sekaligus. Dua periode sekaligus ini adalah Bulan Juni (buat penelitian pendahuluan alias preliminary survey) dan Bulan Agustus (buat penelitian yang udah fixed selama sepuluh hari bersih). Sebuah event yang membanggakan, mengharukan, sekaligus menegangkan tentu saja!

Semua itu dimulai pada hari pertama.
Pada hari pertama, gue duduk manis langsung di gedung Auditorium. Gue menengok kiri kanan ada apaan. Ternyata ada Apiz dan Pepep yang minta bahan presentasi ke diri gue. Gue tentu tidak bisa menolak permintaan mereka berdua. Tidak lama mereka mengembalikan flash disk tersebut.
Kemudian, gue langsung melihat beberapa keramaian setelah pukul 09.00 WIB pagi berdetak. Kami pertama-tama langsung aja dulu melihat aksi teman2 pertama kami yang meneliti di Kalimantan. Cuma ada tiga orang, yaitu Feni, Zia, dan Wieldan. Ketiga orang ini bukan maksudnya mau misahin diri dari kami, enggak. Tapi, Dosen Pembinanya yang bernama Mas Dave mau menawarkan aja kepada ketganya soal penelitian di Kalimantan.

Pertama-tama yang maju adalah Wieldan. Zia duduk di sebelah Wieldan. Dan Feni masih ngejar kereta yang ketinggalan dari arah Bogor -,- . Jadi, Feni belum datang. Jujur, dua presentasi yang ditawarkan oleh mereka berdua benar-benar membuka cakrwala gue lebih dalam lagi mengenai Kalimantan itu seperti apa. Yang terbayangkan adalah peta sosial budayanya. Oh, ternyata Kalimantan gak seromantis yang dulu, ada macam2 etnis lain selain Dayak. Dan ada berbagai macam keunikan dari keberagaman tersebut. Wieldan sendiri mencoba menggagas bahwa ada sebuah Etnis Dayak yang memiliki sense of belonging sendiri dan menciptakan suatu imagined community yang baru. Zia berbicara tentang altruisme resiprokal yang terjadi di komunitas Long Busang. Sedangkan, Feni (yang baru aja datang, hampir aja telat, zzztt) berbicara mengenai peradaban dari kartu identitas untuk etnis Dayak tertentu. Jujur, gue sendiri berkaca-kaca melihat aksi mereka bertiga. Oah! Subhanaullah! We're so proud of you all!! XD

Kami kemudian istirahat sejenak terlebih dahulu. Break time ini sudah termasuk waktu Ishoma. Di sela-sela waktu, gue berbincang dengan Wieldan mengenai undangan keluarga gue untuk menghadiri seminar gue besok. Apa katanya?
"Di, your family is one of your primary strenght beside your own strenght, you know! So be it! Undang aja! Hahaha.".
Hehe. Wieldan, gue masih inget, pas masih Maba dulu kita sering banget berantem. Sering debat argumen. Sering gak setuju satu sama lain. Tapi sekarang siapa sangka? Ketika kita dihadapi masa tua alias masa tingkat keempat seperti yang sekarang ini, kita adalah teman seperjuangan yang saling mendukung satu sama lain. We're comrades, after all! :D

Setelah break time tersebut, kami semua kembali lagi duduk manis di Auditorium. Menunggu beberapa peserta lainnya. Oh, ada Botak, TM, Windan, dan Seto. Keempat orang itu yang akan menunjukan kebolehannya. Sebenernya.. Ada seorang lagi, yaitu Yoga. Sayang sekali, dia mengundurkan diri :( . Oke, lanjut aja. Botak ngomongin konsepsi kekuasaan Lembaga Adat. TM dan Windan ngomongin bagaimana pemimpin wanita di Lembaga Adat dilihat secara antropologis. Haha, TM dan Windan ini feminis banget! XD Akhirnya, Seto berbicara soal kepercayaan bahwa ada pengaruh yang kuat antara Jalan Balai Adat dengan pemilihan Adat, yaitu orang yang jadi pemimpin Adat pasti yang tinggal berdomisili di Jalan Balai Adat. After all, we're so proud of you all! :"D

Nb buat Yoga: Yog, andaikan lo ikut, gue yakin lo juga pasti enggak kalah sama keempat peserta lain itu dalam berunjuk kebolehan. Gue heran aja kenapa lo ngundurin diri di event akademik yang penting banget. Dan lagian, seminar ini juga nentuin apakah kita bisa ngambil skripsi apa enggak, lho.. Hmmm :( Oke, sukses buat lo ya Yog, kapan pun dan di mana pun lo berada :(

Nah, kita break lagi. Sekali lagi, kita mulai abis Ashar. Dan sekarang yang maju menunjukan kebolehannya di Auditorum ialah geng petani! Keempat orang itu ialah Giri, Nendi, Anis, dan Pepep. Ya bisa dibilang mereka itu F4 versi Petani Desa Nunuk (?) LMFAO XD

Selagi mereka presentasi, datanglah dua orang tamu yang gak gue sangka-sangka. Beliau sekalian datang dari Desa Nunuk dan berdiri di bus selama kurang lebih tujuh jam 'hanya untuk' menonton aksi kami. Yaitu, Pak Dadi selaku penjaga warung dan menjadi sponsor utama kita di Desa Nunuk dan Pak Tedi selaku Sekretaris Desa Nunuk yang pernah gue wawancarin mengenai 'peran negara dan tragedi politik dalam migrant-exporting schemes'. Wah, gue terharu dan menangis di dalam hati melihat kedatangan beliau sekalian :"D

Jadi, Giri berbicara tentang land tenure. Kemudian, Nendi berbicara mengenai strategi petani untuk bekerja di luar pertanian. Lalu, Anis berbicara mengenai strategi pengairan. Akhirnya, Pepep berbicara mengenai perbedaan pengambilan keputusan petani untuk memilih varietas benih. Di sesi kritik, saya mengritik positif kepada Nendi mengenai pentingnya TKW sebagai strategi petani di dalam bidang non pertanian. Apabila Nendi mau, maka Nendi boleh meminjam hasil penelitian dan data2 lapangan gue mengenai hal tersebut. Lalu.... Tango mengritik dan mempertanyakan aplikasi teori pilihan rasional dalam etika pengambilan dan pembagian air kepada Anis. Hm, nanya kok ribet bener! -,-

Hari ini seminar selesai pada pukul 16.17 WIB. Kami semua yang hadir menonton senang! Tentu saja, apalagi para presentator yang telah menunjukan kebolehannya tadi. Gimana gak tegang? Gimana udah lega? Lega donk. Yang penting hari ini terlewati dulu. Besok, besokannya gua! Haaa zzzttt T_T

Calm down, Ardi. You can do it! :)

Pas gue mau jalan ke parkiran mobil, gue ketemu sama dua presentator tadi, yaitu Anis dan Nendi. Tiba2 Nendi berkata, "Di, makasih banyak ya Di. Untung lo bantuin gue ngerevisi. Untung juga lo bantuin gue buat presentasi tadi. Terus juga, akhirannya lo ngasih gue komentar positif. Makasih banyak ya Di.". Gue jawab, "Ya, buat temen seperjuangan gue gak bakalan pelit2 lah, Nen". Lalu, Anis juga berkata, "Di, makasih banget.". Gue bertanya, "Makasih kenapa Nis, sorry? Perasaan gue gak bantu lo apa2?". Dia menjawab, "Haduh, lupa ya lo. Makasih lo, kemaren lo udah bagiin gue bahan teori pilihan rasional. Kalo enggak, gue gak bisa jawab pertanyaan Tango! Hahaha". Gue jawab, "Haha, so you rocked it well, Nis! Very well done and good job. As always to, very welcome :D".
Sore itu benar2 mengharukan lahir batin gue. :"D

Gue terus berjalan ke parkiran mobil. Eh tiba2, gue ketemu sama lima orang yang gak gue sangka2: Pak Dadi, Pak Tedi, Wiw, Seto, dan Fendi. Sembari berjalan ke sana, gue berbincang dengan Pak Dadi. Pak Dadi bertanya, "Hmm.. Mas rumahnya di mana?". Gue jawab, "Di Bintaro. Hehe.".

Eh, kemudian beliau melanjutkan pertanyaan... "Di Bintaro sektor berapanya, mas?". Dengan antusias gue menjawab, "Bintaro sektor tiga.". Beliau berkata, "Yang deket sama Bintaro Plaza itu bukan?". Gue menangguk cepat! Gue terharu! Kemudian beliau berkata, "Saya pernah ke sana... Tahun 90an... Pas lagi ada proyek Ikang Fauzi renovasi BP...".

Astaga. Ada seorang manusia Desa Nunuk yang pernah jadi kuli bangunan di Bintaro tahun 90an. Di tempat yang merupakan tempat tinggal gue dari gue lahir. Dan sekarang ini, beliau itu menjadi teman baik yang gak pernah bosen2nya nganterin gue jalan2 di Desa Nunuk. Bukan apa2: abisan gue nyasar melulu di Desa Nunuk -,-.

Ugh... Sore ini benar2 sore paling mengharukan seumur hidup gue kuliah... :"D

Gue lalu memberi salam kepada semuanya dan menyalakan mobil. Ya, gue pulang ke rumah.

....

Sesampainya di rumah, saya langsung istirahat sejenak dan mandi sore. Setelah itu, saya Sholat Maghrib dan menunggu waktu Isya. Setelah itu, saya langsung Sholat Isya dan latihan presentasi untuk keesokan harinya. Iya, gue gak boleh gagal untuk beraksi besok. Keluarga gue akan datang menonton. Seusai latihan sersan (serius tapi santai), gue makan malem bareng keluarga.

Ka Titi dan Mama berkata, "Looking forward for tomorrow! We wish you all the best, Di!".

Malam yang mengharukan. Malam yang paling mengharukan seumur gue hidup di kuliah.

Bagaimana pula dengan besok? Apakah lebih mengharukan lagi? Atau justru gue tersesat dalam kesesatan berpikir sehingga gue malah dapet kejadian naas?

TIDAK AKAN! KARENA GUE UDAH DAPET KEJADIAN NAAS BERSAMA TANGO!

Kali ini gue gak mau lagi. Anggep aja, kejadian mengharukan (yang Insya Allah ada besok) akan menjadi kado sebagai imbalan gue sabar menghadapi kejadian naas bersama Tango Tengil.

Ya Allah... Please, give me a fragment of your strenght, so I can give my best for tomorrow and et cetera! :"D

Seminar MPE (Bagian Pertama)

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Hai pembaca, apa kabar? Seperti biasa, selamat beraktivitas buat hari ini dan semoga sukses. Tetap mengikuti irama hari seperti biasanya, dan jangan ketinggalan. Karena toh kita tidak tahu rezeki apa yang akan kita nantikan nanti.

Termasuk buat gue saat ini.

Saat ketika gue mesti beranjak ke tingkat baru. Tingkat yang begitu advance dalam dunia perkuliahan sarjana. Di dalam tingkat ini, pertanyaan-pertanyaan mengenai kebingungan akan suatu teori tertentu bukan lagi berdasarkan pemahaman konseptual, melainkan berdasarkan kecocokan terhadap realita dan analisisnya yang mendalam. Jadi, teori bakalan dielaborasi sama realita yang ditemukan di lapangan. Di lapangan, di Desa Nunuk kemaren maksudnya. Tempat di mana gue ketemu sama kejadian naas akibat perilaku Tango Tengil. Gue berharap pembaca masih inget. Kalo gak inget atau gak tahu, tengoklah terlebih dahulu. Gak cuma ditengok aja sih, baca. Mau skimming, mau teliti juga no problem.

Iya, benar sekali. Gue dan teman2 se-dua-angkatan akan mempresentasikan hasil penelitian kami di seminar tanggal 16-17 Oktober 2013. Dua tanggal yang benar-benar menjadi sejarah baru bagi kami semua - calon etnografer - calon antropolog - atau ya paling tidak - calon peneliti muda... Itu pun kalau kami semua memang mau. Kalo enggak ya juga enggak apa-apa :)

Iya! Ini menjadi sejarah baru bagi gue pribadi terutama! Menjadi calon etnografer maupun calon antropolog yang andal di bidangnya! :D

Stres? Pastinya. Udahlah, gue pribadi udah banyak usaha dalam memaksimalkan penceritaan data dan mengelaborasikannya ke dalam teori-teori yang bisa dipakai. Ternyata eh ternyata, hasilnya luimayan bagus juga :D

Kita coba tengok ke masa lalu dulu. Gue mau ceritain soal paragraf di atas. Kok bisa gue ngomong kayak gitu? Ya, karena gue percaya diri dan bangga akan diri sendiri. Bukan bermaksud sombong. Hal ini juga disertai niat dan perilaku gue yang haus akan kemajuan diri. Sebuah kemajuan diri yang Insya Allah dapat menjadi kontribusi besar buat nusa dan bangsa. Buat orang2 yang gue cintai. Buat pembaca dan bahkan yang gak ngebaca ini sekali pun? Pasti! :D

Ini dimulai pada minggu lalu. Tepatnya pada hari Jumat 11 Oktober 2013. Saat itu, gue udah ngumpulin hasil final buat seminar besok. Ya, karena deadline yang diwajibkan ya tanggal segini. Gimana dengan teman2? Ya, ada yang belum selesai. Ada yang mau ntar sore dikumpulin. Ada juga yang mau ntar malam. Malah, ada juga yang baru besok dikumpulin. Sisa2nya, gue gak tahu. Dan gue pikir gue rasa pula, itu urusan mereka. Salah sendiri kenapa mereka gak begitu mentingin urusan akademik.

Dengan rasa percaya diri, gue masuk ke ruang Departemen. Terlihat Windak dan Wiw lagi asyik2nya ngobrol. Gue melihat ada Bayu yang lagi konsultasi sama Dosen Pembimbing bernama Bu Endang - yang - sangat - baik - hati - dan - pengertian - ke - anak2nya :D :D :D . Gue tunggu aja, budaya antre donk! Sembari menunggu, Windak dan Wiw mengajak ngobrol. Windak bertanya soal kerangka penulisan, gue jawab seadanya aja. Wiw juga tiba2 menyodorkan ke gua kartu nama Bu Endang. Gue senang melihatnya.

Si raksasa Bayu kemudian keluar dari ruangan kecil itu dan gue merebut giliran ini. Gue langsung aja mengumpulkan semua, dan Bu Endang senang bukan main. Ya, Bu. Karena ibu baik, mahasiswanya juga pasti baik. Mahasiswa kan udah gede, kalo diajak baik2 ya pasti dia baik. Kalo enggak, wah dia pantes banget disuruh balik lagi ke masa SMAnya! :D

Bu Endang berkata, "Terima kasih, saudara Ardi...". Saya menjawab, "Tentu ini juga karena bantuan ibu selama ini. Bukan maksud saya menjilat, tapi memang begitu kenyataannya. Terima kasih bu, doakan kami suapay lancar dalam seminar besok ya Bu". Suasana terharu ini merupakan suatu suasana yang jauh berada di luar bayangan gue dulu ketika gue masih Maba. Gue kira, gue bakalan jadi mahasiswa yang nggak bisa dipercaya sama dosen. Ternyata enggak. Kerja keras gue selama ini menjawab (tepatnya menolak) prasangka buruk tersebut. Thank God Allah Swt :D

Oke. Pulangnya, gue memberi tahu akan kabar bahagia ini kepada keluarga. Dan... Entah gue salah ngomong apa bagaimana... Gue... Mau coba mengundang siapa pun keluarga gue yang bisa hadir di acara seminar gue.

Acara seminar yang gue laksanakan ada di hari kedua, yaitu pada hari Kamis tanggal 17 Oktober 2013. Acara itu terbuka buat umum. Apalagi, buat anak antrop, siapa pun anak antrop itu pasti dia diizinin buat masuk.

Nyokap gue ngomong, "Yaudah.. Kalo gitu, Kak Titi, Mama, sama Tante Ce bakalan ke sana ya jam sepuluh pagi!". Gue mengangguk tanda setuju akan permintaaanya beliau.

Seminar gue... Dilihat sama keluarga.

....

Are you ready? Let's rock it! :D

Selasa, 08 Oktober 2013

Baru Berasa Jadi Kakak: Sebuah Inisiasi buat Diri Gue

Assalamualaikum Wr. Wb.

Hai pembaca, sehat2 semua ya :D terutama buat yang seusia sama gue dan yang lagi membaca. Buat yang selain itu, gue juga berharap yang demikian :D gak dikurangi dan gak dilebihin :)

Ini sebenarnya jadi lanjutan cerita gue yang sebelum-sebelumnya. Gue kan udah ceritain sedikit soal gimana gue bantuin adek2 antrop di kampus. Ya, gue gak ceritain secara detail kan, tapi? Ya, di tulisan ini gue bakalan nulis sepuas2nya. Sebisa2nya, maksudnya. Kemampuan gue juga kan terbatas -,-

Jadi, berawal ketika gue disuruh menjadi mentor kelompok Maba. Gue ngurusin lima orang, lima adek2 maba yang masih begitu fresh. Fresh dalam artian masih segar banget soal antrop alias infant.

Di satu sisi yang buruk gue masih ngelihat bahwa mereka banyak banget ngelakuin salah teknis seperti kurang pede dalam berargumen, sulit menulis, dan sulit menerjemahkan bahan2 berbahasa Inggris. Banyak dari mereka yang mengeluhkan ketiga hal tersebut. Untung aja, tiga hal ini masih bisa gue jalanin, makanya gue kasih aja ke mereka tips2 buat mengatasi itu semua. Apa aja?

1. Kalau mau berargumen, lo mesti paham terlebih dahulu sama apa yang mau lo sampaikan hari ini. Apa yang mau lo sampaikan ini disebut dengan materi belajar. Lo pahamin, dan bedain antara pahamin dengan hapalin. Kalau pahamin, lo ngerti inti apa yang dapat dipelajari. Lo baru bisa paham kalau lo bisa menjelaskan materi dengan bahasa yang mudah - dengan bahasa yang penonton alias pendengarnya ngerti. Layaknya Claude Levi-Strauss sang antropolog asal Prancis berkata "From unintelligible to intelligible". Kemudian juga, kalau hapalin itu cara singkat buat nginget2 suatu materi tanpa mengerti apa sih isi2 dari yang lo hapalin itu. Palingan juga, kalo lo hapalin minggu depan juga lupa. Jadi, pelajaran antrop itu jangan dihapalin, tapi dipahamin. Layaknya Max Weber berkata bahwa antropologi adalah pelajaran sosial untuk memahami dunia sosial budaya (verstehen)

2. Kalau sulit menulis, bikin dahulu ragangan atau outline. Kalau suatu kali lupa, tinggal lihat itu. Kalau gak inget juga, lo mesti banyak baca. Banyak orang yang bisa menulis karena dua hal: pengalaman membaca dan pengalaman selain membaca. Ini juga pernah ditawarin sama Clfford Geertz soal pembabakan kecerdasan sih (experentia dan literacia)

3. Ketemu dengan bahan2 antrop berbahasa Inggris adalah hal yang mutlak terjadi di antropologi. Jangan ditakuti. Hadapi dengan kamus bahasa Inggris - Bahasa Inggris yang bagus (seperti Thesaurus dan Webster) sama kamus Bahasa Indonesia - Bahasa Inggris yang bagus juga. Terjemahin ampe lo paham apa maksudnya. Kalo lo berpikir bahwa suatu kata atau kalimat itu terlalu metaforis alias berbunga2, jangan dipahamin secara harafiah alias literal, tapi pahamin sekenanya aja. Bikin itu dalam bahasa yang mudah buat diri lo dan mudah juga buat dijelasin.

Nah, di sisi yang bagus gue melihat bahwa mereka semua begitu antusias dalam mempelajari apa sih antropologi itu. Gue senang ketika mereka banyak bertanya soal antropologi itu apa. Gue melihat bahwa dari banyaknya pertanyaan itu gue tahu kalau mereka ingin mengenal dunia antrop lebih jauh. Dan mudah2an mereka sayang sama dunia antrop. Sekali lagi, tak kenal maka tak sayang, bukan?

Waktu itu ada kejadian nyata soalnya. Okelah, pas gue mentoring, beberapa anak yang gue urusin itu gue bantuin gimana caranya melakuakn penelitian dan nge review sebuah artikel. Gue bantu sebisa mungkin. Dan wah! Hasilnya fantastis! Mereka benar2 mengikuti apa yang gue suruh. Hati gue merasa lega. Kayak abis ngeluarin pup aja *ha. Dan gue senang bahwa mereka menunjukan progres yang gak main2. Misalnya, kalau kelompok lain belum mencoba melakukan penelitian pendahuluan, kelompok gue udah ngelakuin duluan. So proud of you all! :D

Ada juga anak dari kelompok lain yang menderita. Dia mau review sebuah artikel yang sulit. Nah, gue bantu juga dia sebisa mungkin. Dan gue agak menyesal, kenapa kakak mentornya dia gak mau ngebantu dia. Padahal, bahan yang dia review itu... Susah lho... Bahasannya Max Weber tentang Semangat Kapitalisme dan Etika Protestan. Jujur aja, pas gue ngebahas artikel itu di kelas Antropologi Agama gue juga gak ngerti sepenuhnya.

Tapi, demi adek kelas gue mencoba buat mengerti kembali. Dan hasilnya, Alhamdulillah! Selesai!

Dan tahu apa? Belakangan gue baru mendengar bahwa anak ini punya kak Mentor yang bernama Tango Tengil! Manusia itu jadi mentor?? Otaknya emang pinter sih, tapi attitude nya gak pantes buat jadi kakak mentor! -,-

Ya, gue coba tawarin aja sih ke adek itu, "Dek, kalo lo ada kerepotan dan tetep gak dibantuin sama Tango, minta tolong aja ke gue.".

Oke cerita itu juga udah selesai...

Kemudian lanjut ke cerita ketika gue bantuin adek tingkat dua yang lagi sibuk banget ngurusin akademiknya. Ya, sesuai dengan pendapat gue yang sebelumnya, dia lagi kerepotan banget soal teori2 antrop.

Dia nanya ke gue, "Kak, kakak tahu teori GJ Held sama Adolf Bastian tentang nama Indonesia ga?". Alamak mampus. Gue pernah denger sedikit2 sih, tapi gak tahu sepenuhnya. Akhirnya gue minta aja ke dia, "Artikelnya ada ga? Sini, biar gue baca, biar gue paham juga.".

Lima menit kemudian otak gue baru bisa jalan -,- . Gue berpikir dan ngerasa kalau materi yang lagi dihadapin sama adek ini juga lumayan susah. Ya, sama aja sih susahnya kayak gue pas tingkat dua dulu. Isinya teori semua. Teori ini, teori itu. Paradigma ini, paradigma itu. Sudut pandang ini, sudut pandang itu. Perspektif ini, perspektif itu. Metodologi ini, metodologi itu. Semua dibahas ampe bosan sebosan2nya bosan -,-.

Setengah jam kemudian, kita lanjut membahas tentang teori strukturalisme al-Brown. Yes, gue suka banget sama materi ini. Gue palingan coba baca beberapa artikel lagi, dan gue langsung aja bantuin adek ini.

Hasilnya, selesai. Alhamdulillah. Gue senang, apalagi si adek ini. Dia lebih senang lagi pasti dari gue :D

Sepuluh menit kemudian, datanglah Maba 2013 dengan tampang yang melas. Gue juga meresponsnya dengan tampang yang melas. Mereka berkata, "Kak, tema penelitian kita yang bagus gimana ya? Apa yang menarik ya? Yang kakak tahu aja deh. Gimana ya?".

Gue dalam hati berkata, "Ergh...".

Kemudian adek tingkat dua yang masih ada itu bicara, "Eh, ayo mikir juga dong, dek! Jangan cuma Kak Ardi aja yang mikir!". Dia juga ngomong, "Kak Ardi, kalau Maba2nya macem2, ingetin lebih keras aja!".

Gue manggut2.. Tanda setuju... Tanda baru paham...

Jadi, begini toh rasanya jadi kakak?

Karena, keadaannya beda banget sama yang ada di rumah. Tahu? Di rumah gue jadi anak bontot alias bungsu. Gue punya dua kakak (cewek semua), punya kakak ipar (pasti cowoklah) juga, dan akhirnya nyokap. Secara normatif, gue yang paling muda di antara semuanya. Tapi, hal itu terpatahkan akibat adanya eksistensi dua keponakan gue dari kakak pertama dan kakak ipar itu.

Jadi, gue langsung jadi om tanpa terlebih dahulu latihan jadi kakak. Langsung menjadi om tanpa jadi kakak terlebih dahulu adalah sebuah inisiasi yang dadakan. Inisiasi yang mengagetkan.

TERNYATA GAK SELAMANYA DIRI INI MENJADI YANG PALING MUDA!

Dan ketika di kampus, ketika gue ditugasin ikut himpunan, akhirnya gue sadar diri. Gue sadar ternyata kayak gini toh menjadi seorang yang dituakan. Menjadi seorang kakak. Dan apa sih makna kedudukan itu.

Gue pelajari. Dan menjadi inisiasi baru dalam hidup gue: menjadi lebih tua lagi, dan lagi. Dobel rasanya. Di kampus gue jadi kakak, di rumah gue jadi om.

Dan kembali lagi... Ketika gue lagi mengurus adek2 yang lagi kerepotan melahap materi antrop... Gue ngerasa bahwa.. Maba merupakan diri gue yang dulu ketika gue ngeluh2 sama Kak Adis (kakak pertama, iya yang saat ini jadi ibu dua keponakan gue itu) juga sama Kak Candra (alias kakak ipar). Kadang kalau Kak Titi (kakak kedua) gemas, Kak Titi ngingetin ke gua, "Ayo dek. Yang lebih serius. Kak Adis sama Kak Candra gak bisa selamanya bantuin kamu ini itu lho". Kak Titi ini kayak adek Tingkat dua itu... Dan diri gue ini kayak Kak Candra atau pun Kak Adis yang lagi repot2nya ngurusin adek2.

Dan jangan bingung! Gue gak ngerasain ini sama sekali pas gue sekolah dulu! Pas gue SD, gue mana kenal sama adek kelas! Pas gue SMP dan SMA, gue gak ikut OSIS, jadi gue jarang banget ketemu sama adek kelas. Dan ketika gue udah tua, gue fokus sama Ujian Nasional, Ujian Sekolah, dan Ujian Penerimaan Institusi Baru (pas gue SMP, gue sibuk ikutin tes SMA Alpus. Pas SMA, gue sibuk ikut SIMAK UI). Jadi mana tahu gue soal jadi kakak itu gimana! -,-

Inikah siklus hidup? Siklus inisiasi? Ketika Kak Adis, Kak Candra, Kak Titi, dan kakak2 lainnya udah ngerasain Inisiasi "Baru Berasa Jadi Kakak"... Gue baru ngerasain hal ini... Saat ini...

Saat ketika gue udah semakin tua, muka semakin banyak berkerut, dan semakin banyak orang2 yang usianya dan generasinya lebih muda daripada gue, otomatis pengalamannya juga lebih muda daripada gue.

Suka cita? Iya. Duka cita? Juga ada! :)

Makin Tua: Makin Banyak yang Lebih Muda daripada Gue

Assalamualaikum Wr. Wb.
Hai pembaca yang seusia sama gue, apakah diri lo semua merasa saat ini lo semakin tua? Enggak? Kok enggak? Ya, enggak apa2 sih *apasih.

Sadarlah bahwa diri lo sudah semakin tua. Gue saranin begitu. Karena, dalam tulisan ini gue mau berbagi sesuatu. Sesuatu itu disebut cerita 'makin tua', hwahwahwa.

Berawal dari keisengan gue ketemuan sama temen di kampus buat diskusi praskripsi. Diskusi praskripsi yang gak ada habis2nya. Heran, praskripsi aja kayak gini, rada2 never ending gini, gimana skripsi. Jangan ampe skirpsi itu didefinisikan sebagai endless struggling! Gak mau gua! Dan gak bakal ada yang mau! :(

Siapapun anak antrop 2010 dan 2009 yang masih menjalani praskripsi itu gak ada henti2nya nanyain kerjaan mereka ke gua. Padahal gue sendiri lagi males2an ngerjain. Tapi, terima kasih buat mereka, gara2 mereka panik kalau gue males2an, tiba2 hasrat diri buat jadi rajin kebentuk lagi secara koersif. Secara koersif itu artinya apa? Tanya ke anak antrop selain gue, sorry gue lagi males mikir LMFAO XD

"Ah, gue lagi males ngerjain praskripsi nih!", kata gue yang (pura2) assertive. Tiba2, semuanya pada panik, terutama cewek2 antrop, "Ha? Ardi males? Masa sih? Enggak percaya? Tidaaakk!". Huuh, kayaknya daftar ciri2 kiamat besar mesti ditambahin nih: ketika Ardi Pritadi jadi seseorang yang males2an. Yee, I'm so fucked up you knoow -,- ekspektasi orang dengan diri sendiri seringkali berbeda jauh yee.

Oke2. Gue kembali jadi orang yang rajin. Dan gak ada satu pun orang yang bisa menghentikan itikad baik itu. Layaknya Lu Bu yang haus akan prestasi rekor membunuh orang di padang pertempuran, atau layaknya Mahapatih Gajah Mada yang haus akan ekspansi wilayah utara Jawa hingga ke Filipina -- GUE BAKALAN JADI ORANG YANG RAJIN LAGI!

Udah puas kan? Kalo gue jadi rajin, semuanya pasti lega. Dunia bakal kembali damai. Ya, gak damai2 amat sih. Maksudnya, kembali lagi kayak biasa. Soalnya, maling sama copet juga ada, curanmor juga ada di sana sini. Oh, kok agak beda konteks ya ceritanya. Bebas sih kalau sama gue XD

Karena gue kembali rajin, gue akhirnya selesai ngerjain duluan daripada anak2 lainnya.
Dan gue kembali lagi membantu siapapun yang males2an baik disengaja (baca: emang males aja, tipikal orang yang gak mandiri) maupun gak sengaja (emang lagi kesusahan, emang lagi nemuin jalan buntung) -,-

Iya, gue bantu. Hitung2 nambah pahala. Bukan, maksudnya... Ehm... Hitung2 mencari ridho Allah Swt.. :D

Setelah gue (capek2nya) bantuin anak2 seangkatan gue, tibalah gue membantu adek2 gue yang baru masuk. Ya, maba 2013 ternyata lagi banyak kerepotan ngurusin tugas2nya. Mereka dengan melas mengerjakan tugasnya dan seringkali air mukanya itu berkata, "Shit, I don't have any clue of it! What do I do? What should I do?". :(

Dari situlah gue ngerasa simpati, malah mungkin aja empati. Gue coba nawarin bantuan (gratisan) buat mereka. Dan kata2nya sih, mereka cukup banyak kebantu akibat bantuan gue. Baguslah, gue senang mendengarnya.

Sembari gue membantu mereka semua yang masih infant soal antrop, gue juga kadangkala membantu beberapa adek yang berjuang di tingkat dua. Emang, tingkat dua itu isinya tokai semua. Teori itu banyak2 mesti diembat. Mesti dipelajarin betul2, gesticulation style. Baca mesti cepat dan tepat. Argumen yang dikeluarkan ketika dipresentasikan juga mesti valid. Menurut gue sih, tingkat dua yang tergambarkan seperti itu justru malah jadi inisiasi utama bagi anak antrop di seluruh Indonesia (dan mungkin juga di seluruh dunia) buat kenal dan sayang sama dunia antrop. Tak kenal maka tak sayang, It's said, kan?

Dari situlah, gue juga mencoba buat simpati dan barangkali empati. Barangkali itu, batu, pasir, lumpur, sama tokai. Eh, kita lagi enggak bicarain itu, kok malah OOT. Gini2, tingkat dua itu gue coba bantu. Dan hasilnya kurang lebih mirip2. Mereka banyak yang kebantu soal akademiknya. Gue senang mendengarnya. :D

Sembari gue santai2... Melegakan diri, menghela napas buat sementara waktu... Gue memintakan diri gue agar istirahat akibat (kelelahan) membantu adek2 antrop...

Eh... KEPONAKAN KEDUA GUE LAHIR.

...

Di rumah, gue jadi om yang udah punya dua keponakan. Di kampus, gue jadi kakak yang udah punya tiga adek kelas.... Jadi...

Makin tua, maka makin banyak yang lebih muda dari diri kita. Semakin banyak yang lebih muda daripada diri kita, maka kita harus semakin bisa sadar diri. Sadar kalau kita makin tua. Dan tugasnya kita yang tua2 ini ialah: memberikan warisan2 yang bermanfaat buat yang lebih muda terutama ILMU PENGETAHUAN. Sehingga yang muda2 itu bisa bertahan hidup di masyarakat kelak. Sehingga yang muda2 itu bisa menggantikan posisi dan peranan kita yang udah tua2, yang udah pensiun dengan sebaik2nya baik. :D

Tingkat Empat: Tampang Tua yang Gampang Ngerut

Assalamualaikum Wr. Wb.
Hai pembaca! Apa kabar semua? Mudah2an pada baik2 semua ya. Sehat semua. Dan salam hangat buat yang belum mau membaca, dan bahkan yang gak mau baca blog ini sama sekali. :D

Ya.. Sesuai sama judulnya... Gue saat ini sudah masuk ke semester 7, yang artinya ialah: mahasiswa tingkat empat alias tingkat akhir secara normatif. Normatif artinya apa? Cari di kamus ya. Kalo gak ketemu, tanya ke anak antrop selain gue ya, huahuahua XD

Secara normatif itu artinya seharusnya. Lah, gue bilangin juga, ujung2nya ya. Yaudah, lanjut dah.

Iya, saat ini gue udah menjalani tahun terakhir untuk kuliah di antropologi. Jujur aja, selama kuliah terutama buat tingkat ketiga malahan, banyak banget kenangan baik yang gue dapetin. Kenangan baik itu rata2 berbuah ilmu pengetahuan yang membuka cakrawala berpikir gue, sehingga gue semakin terbuka buat membuka pikiran ini itu. Gak semakin terbuka buat membuka baju di tempat umum, ya yang itu pengecualian, gue belum gila kok. (dan jangan sampai gue jadi orang gila, monyong! Jangan doain gue yang buruk2 dong LMFAO XD)

Nah, di samping gue udah lumayan kaya buat ilmu antrop, gue juga semakin menyadari... Ada adek2 kelas gue yang bakalan ngegantiin kejayaan (dan penderitaan) gue. Yang di dalem kurung tadi gak usah dipikirn, deh. Tapi, dipikirn banget (lha).

Adek2 itu... Adek2 pertama, anak 2011... Kemudian adek2 kedua yaitu anak 2012... Dan akhirnya, yang baru aja masuk jadi maba buat tahun 2013 ini... Ya anak Maba 2013... Selamat datang, hai mahasiswa baru, pemuda baru, pejuang baru! Please contribute well in anthropology, then well met! :D

Dan ternyata, tampang gue semakin berkerut alias semakin stres. Karena, stresor alias penarik daya stres juga semakin banyak. Sial, gue kira gue cuma stres di tingkat kedua akibat kebanyakan makan teori ini itu.

Ada beberapa pekerjaan yang mesti gue kerjain di tingkat akhir ini. Pertama, kerjaan praskripsi dan skripsi. Eegh... Kalo ditanya ke semua mahasiswa di seluruh Indonesia (bahkan mungkin di seluruh dunia, gue juga gak tahu kan), semuanya pasti males banget dengerin ini. Kedua, kerjaan himpunan alias organisasi yaitu menjadi mentoring Maba 2013 dan menjadi kepala majalah. Jujur, sekarang gue lagi pusing dan cukup males ngomongin majalah. Rasanya enggak banget deh. Ketiga, tingkat akhir ini gue banyak bantu2 orang yang kerepotan belajar antrop. Yang ketiga ini jujur aja yang paling menyenangkan di antara dua pekerjaan lainnya.

Banyak kerjaan... Banyak stimulan stres.... Tampang makin tua, dan makin ngerut... Itulah diri Ardi Pritadi buat saat ini.

Dulu gue gak ngerasain ini. Palingan pas SMA, itupun pas masa itu energi gue masih banyak. Sekarang ini, badan gue makin tua, dan gue makin gak kuat. Energi gue pas2an. Gue udah gak kuat begadang lagi. Gue udah gak kuat lagi nahan2 emosi negatif (jadi kalau marah ya gue marah. Pas gue SMA soalnya gue gak gitu. Pas gue SMA kalo marah gue diem aja nahan amarah itu). Gue juga udah gak kuat begadang. Kalo ngerjain tugas, gue mesti ketemu sinar matahari dulu biar seger. Asli, dulu mah pas masih SMA gue kuat2 aja abis Tahajud langsung ngerjain tugas sambil nungguin Subuh, dan abis Subuh gue langsung berangkat ke sekolah! What a mighty boy, yo Ardi in the past!

...

Gue harus manfaatin energi seefektif dan seefisien mungkin. Emang sih, usia gue masih 21 tahun. Semua bilang itu adalah usia yang muda. Tapi, gue sendiri bakal berani ngomong kalau gue yang berusia 18 tahun sama gue yang berusia 21 tahun ini ya lebih kuat yang pertama. Yeah, dia - diri gue di masa lalu - merupakan manusia terkuat yang pernah gue kenal. Dan gue kepo banget sama dia.

Karena gue pernah ngerasain langsung menjadi dia. Dan gue menyesal kenapa gue saat ini gak lagi sekuat dia yang dahulu :(