Ayo Berjuang

Ayo Berjuang
Pantang Mundur

Jumat, 19 September 2014

Senang-senang: Kamu Datang Lama Sekali, Tetapi Pergi Cepat Sekali (3)

Alhamdulillah. Hadi ini adalah hari yang dijanjikan.

Rencananya, hari ini gue, Ray, sama Zem mau berbuka bareng di Warung Steak. Mereka rencananya datang ke rumah gue pada pukul 16.00 WIB. Zem lalu datang tepat waktu. Gue langsung mengajar dia ngobrol.

Zem: Hoy, Di. Mana sih, Ray? Coba lo SMS, Di. Gue juga tanyain dia ah lewat Line.

Gue: Iya tuh. Gue udah SMS sih, tapi enggak dibales2 tuh.

Zem: Yaudahlah, kita tunggu aja.

Gue: Oke. Gimana? Udah kapok belum sama Lamborghini Diablo GT-nya?

Zem: Kapok gua! Susah juga ya nyetir super car! Nah, kalo lo, Di? Udah kapok belum sama Opel Blazer gue?

Gue: ... It was... A quite challenge.

Zem: Pake sok Bahasa Inggris lagi! XD Bilang aja susah juga XD

Gue: (ketawa ampe nangis)

Zem: Di, lo masih inget Widi, kan?

Gue: Iya. Temen SD kita dulu. Suka banget nyanyiin Sheila on Seven kalau abis olahraga.

Zem: Iya. Yang kulitnya item sama bentuk kepalanya kayak Ikan Lohan.

Gue: (ketawa ampe nangis)

Zem: (ketawa kecil) Yaelah, Di. Ketawanya lebay amat. Iya, dia sering diledek 'Kayak ikan lohan, lo!' gara2 itu (ketawa kebahak2).

Gue: Haduuh. Oh iya, ngomong2... Nengok ke arah jendela kamar, deh. Kok ada asap, ya?

Zem: Tetangga lagi bakar sampah, kali.

Gue: Oke, lanjutin ngobrolnya yuk. Cuek aja sama perkara asap.

Kami berdua terus mengobrol tentang kenangan SD. Tetapi, asap makin tebal. Gue makin heran sama kejadian ini.

"Apanya sih yang gosong? Sertir2an gue? PS3 gue? Atau apaan?", tanya gue dengan rasa khawatir. Zem menjawab, "Barang elektronik yang lagi dimatiin sih enggak bakalan menyebabkan kegosongan. Dia baru gosong kalau dinyalain aja. Setahu gue sih gitu. Tapi, enggak kenapa2 ah.".

"Zem, gue ke luar bentar ya. Gue pengen cari sumber apinya ada di mana,".

Gue pergi ke luar. Eh, ternyata Ray baru saja datang ke rumah!

Ray: Helo, Di!

Gue: Asyik! Yuk, masuk dulu.

Ray: Oke.

Gue: Eh, sorry. Ngomong2, lo lihat ada tetangga gue yang lagi ngebakar sampah, enggak?

Ray: Hah? Enggak, tuh.

Gue: Oke, lupain.

Kami berdua masuk ke rumah. Asap makin mengepul seisi rumah. Kami berdua tentu saja bingung. Muka gue makin megerut sejadi2nya. Setelah menengok sekilas ke arah dapur, ternyata!

Gue: Eh, dari arah dapur gue! (ngibrit ke arah dapur)

Ray: Hah? (ikutan lari ke arah dapur)

Ternyata... Di dapur ada gorengan pete yang lupa dimatiin api kompornya. Kayaknya pembokat gue lupa matiin apinya. OMFG thanks a lot, You save my ass today, and I'm so fucking done, Ya Allah! Astaghfirullah!  -,-"

Gue: (matiin kompor)... (menghela napas dalam2).

Ray: Bodoh sekali! Untung enggak kenapa2! -,-"

Gue: Iya, Alhamdulillah kita enggak kenapa2.

Kami berdua lalu ke kamar gue. Sesampainya di kamar, gue langsung berkata ke Zem, "Zem! Asapnya bersumber dari kompor! Pembokat gue lupa matiin kompornya pas goreng pete!". Zem menjawab, "Ya ampun! Wah, berarti nih asapnya ada aroma petenya, dong?".

Kami bertiga diam seribu bahasa mendengar komentar absurd-nya si Zem yang terakhir ini.

Gue: Udahlah. Yang penting kita enggak kenapa2.

Tiba2, di saat yang bersamaan ada seseorang yang masuk ke rumah dengan gaya yang merusuh. Brak bruk brak bruk - itulah bunyinya. Lalu orang itu menyahut, "Om! Om yang matiin kompornya ya? Maaf, saya lupa matiin kompornya!".
Orang itu tidak lain dan tidak bukan ialah pembokat gue.
"Iya, Bi. Enggak apa-apa. Tapi lain kali diingat dan hati2 ya, Bi.", gue balas seadanya.

Ugh... Inilah, salah satu alasan kenapa gue lagi enggak suka sama keadaan rumah. Rumah gue itu isinya terlampau padat. Seharusnya, pembokat gue bisa fokus buat ngurusin rumah tangga. Tapi, gara2 ada ponakan, dia jadi agak suka lupa sama tugasnya sendiri. Buktinya tadi dia lupa matiin api kompor, kan? Sedangkan, di saat yang bersamaan gue lagi galau soal skripsi. Skripsi baru bisa terkejar sekarang karena gue waktu itu lagi sibuk banget sama kerjaan2 himpunan. Capek! -,-"

Di rumah enggak bisa keluar dari kamar. Kalau mau pergi, bingung mau ke mana. What a kampret moment.

Oke, kita beralih lagi yuk ke cerita tadi. Gue lalu siap2 dan Sholat Ashar. Setelah itu, kami bertiga berangkat ke TKP. Sesampainya di TKP... Kok rame benar?

Kata tukang parkirnya, "Udah penuh, mas! Maaf ya!".

Iya, kami maafkan -,-".

"Alternatif terdekatnya ya, BP.", kata gue. Semua menyetujui. Sesampainya kami di BP, kami jalan2 dulu ke Matrix - salah satu toko game langganan kami bertiga.

"Ada Gran Turismo 4! Hahaha, beli ah! Kebetulan kan PS2 gue masih bisa nyala.", kata gue dengan riang gembira.
"Wah, cobain aja, Di.", kata Zem dan Ray dengan serempak. Mereka berdua tahu betul kalau salah satu penghibur utama gue adalah mobil.
Gue lalu cobain disc yang pertama. Eh, enggak bisa. Cobain yang kedua, eh enggak bisa juga. Cobain yang ketiga, hasilnya sama aja. Coba deh yang keempat, eh nihil juga.
Pas gue mau cobain yang kelima, tiba2 mbak penjaga kasirnya nyahut, "Mas, maaf kalau emang enggak bisa, berarti pabrik abalannya lagi enggak benar. Satu enggak bisa, yang lain enggak bisa.". Gue membalas, "Yah! Kok gitu amat sih, mbak!?". Gue lalu melanjutkan percobaan. Hasilnya nihil terus.
Zem lalu menghampiri saya dengan membawa sesuatu. Ternyata, sesuatu yang dia bawa adalah copy-an seluruh GT4! Sambil ketawa, gue berkomentar, "Eh, waktu kita lama2 abis buat nyobain ini satu satu, Zem!". Zem malah membalas, "Biarin, Di. Sekalian ngabuh burit.".

Kami bertiga lalu tertawa sekeras mungkin, hingga semua orang di toko melihat kami bertiga. Malu sendiri emang enggak enak. Tapi malu bareng itu baru enak. *!?*

Akhirnya, kami bertiga keluar dari Matrix dengan perasaan yang hampa. Dengan muka kosong dan datar, gue berkata, "Yuk, mau buka di mana?". Zem berkata, "Suara lo datar amat, Di. Udah, enggak usah sedih. Emang sih, GT4 udah enggak ada. Tapi, kan sekarang lo mainin GT6. Original pula.". Gue berkata, "Iya, sih.".

Kami lalu jalan2 menuju Gramedia sambil menunggu lima belas menit lagi ke Rice Bowl. Kami melihat2 gitar akustik, membaca buku yang sampulnya dirobekin, dan galau sendiri karena bingung mau ngapain lagi *!?*. Oke, akhirnya waktu telah menunjukan pukul 17.30 WIB, dan kami bertiga langsung aja ngibrit ke Rice Bowl.

Zem: Yuk, ke Rice Bowl aja.

Ray: Ngikut aja gue.

Gue: Laper.

Di antara komentar kami bertiga, yang paling unik emang cuma gue, LOL.

Kami akhirnya sampai di Rice Bowl. Lalu, enggak lama kemudian beduk berbunyi dengan... Hampa? Kok, beduknya enggak kedengaran? Gue mengamati keadaan sekeliling gue... Ada sebuah keluarga yang ayahnya pake kopiah dan ibunya pake jilbab, mereka semua menyantap minuman es jeruknya dengan riang gembiria.

Udah buka, dong?

Zem menyahut pelayan dan bertanya dengan lantang, "Mbak! Udah beduk belum, sih!?"
Mbak itu menyahut dengan suara yang enggak kalah lantangnya dari arah kejauhan, "Udaah, pak! Selamat berbuka ya paak!".

SELAMAT BERBUKA!

Setelah puas menyantap buka puasa dan sekaligus makan malam, kami akhirnya pulang ke rumah gue. Di tengah perjalanan, kami berbincang kembali.

Zem: Hey, mau ngapain abis ini?

Gue: Tarawih?

Ray: Hmm, enggak ah. Apa lagi kek yang lain?

Gue: Main GT6?

Zem dan Ray: Capek dulu, Di. Udah malam.

Gue: Oh.

Zem: Main gitar!

Gue: Setuju!

Zem dan Gue: Ajarin gue dong, Ray!

Ray: (ketawa ampe nangis)

Akhirnya, kami sampai di rumah. Dengan perasaan yang lega, kami menyambut mama dan kakak2. Setelah itu, kami belajar gitar.

Gue: Ray, tolong cariin kunci musik ini, dong.

Ray: (mainin... Setelah beberapa saat akhirnya nemu juga) Nih, Di.

Gue: Thanks a lot.

Ray: Enak banget. Musik Jazz dari mana ini?

Zem: (memotong) Pasti dari Gran Turismo! X"D

Gue: Seratus buat Zem!

Kami bertiga lalu tertawa terbahak2.

Ray: Coba, buat Zem latihan lagu apa yang lo suka, tapi yang gampang aja. Saran gue pop.

Zem: Apaan, ya? Gue bingung.

Gue: Boleh gue sumbangin cerita dulu, enggak? Jadi, gue dulu pertama kali main gitar gara2 dipaksa sama Pak Lardy (guru musik SMA kelas 2) dan Reyhan (teman sekelas saat kelas 2 SMA) lho. Mereka berdua masangin gue target dalam tiap semester. Semester pertama, mereka nagihin ke gua satu lagu yang namanya "Dewa 19 - Kamulah Satu-satunya". Semester kedua, mereka nagihin ke gua satu lagu yang gue suka tapi lumayan susah. Akhirnya, Semester dua gue milih lagu buat dimainin itu... "Jason Mraz - Make it Mine". Awalnya, gue mengeluh kesah karena dua orang itu benar2 pemaksa banget. Tapi, paksaan mereka menimbulkan pengalaman yan berguna buat diri gue. Seenggak2nya, gue jadi mayan bisa main gitar. Jago sih enggak, tapi yang penting bisa mainin. Dan gara2 skill tambahan itu, pas gue kuliah gue cukup sering dipanggil buat manggung. Tiga kali sih. Pertama, pas lagi buka bareng. Kedua, pas lagi diospekin buat ngadain festival jurusan. Ketiga, pas kemarin gue manggung buat perpisahan bersama Desa Nunuk. Yang terakhir ini sih yang so sweet banget.

Ray dan Zem terkesima dengan pengalaman (aneh) gue itu.

Ray: Ya, bagus banget itu, Di. Paksaan yang berbuah jadi kenangan indah. Karena bakat itu, lo bisa bikin banyak kenangan. Nah, gimana Zem? Kemotivasi, enggak?

Zem: Ajarin gue "Dewa 19 - Kamulah Satu-satunya" dong, Ray!

Gue ketawa ampe nangis X"D.

Setelah berlatih kira2 setengah jam, Ray dan Zem pulang ke rumah masing. Waktu masih menunjukan pukul 20.00 WIB.

Astaga... Waktu bersenang2 dengan teman sudah habis. Cepat sekali! Besok2, gue mesti kembali fokus buat ngerjain skripsi, nyusun jadwal ketemuan lagi sama dosen pembimbing, dan sebagainya, dan sebagainya....!? Sedangkan, Ray dan Zem juga besok2nya mesti mempersiapkan diri mereka masing2 juga. Kalau Ray buat ngerjain Tugas Akhirnya di ITB FTMD, kalau si Zem buat siap2 turun lapangan buat KKN di bawah jurusan Sosiologi UIN.

Oke, berhenti mengeluh, Di. Daripada mengeluh, kenapa gue enggak mainin aja Gran Turismo 6 selama dua jam?

Setelah itu, gue berbaring di tempat tidur untuk tidur malam. Sekaligus bertanya kepada takdir dan masa, "Hai takdir, hai waktu. Mengapa engkau berdua begitu tega!? Engkau berdua begitu pelit di dalam membagikan kesempatan kami para manusia untuk bersenang2. Kalian lebih menyukai kami dalam konteks yang serius.".

Gue kembali mengeluh.

Gue jadi keinget semua kenangan campur aduk. Kenangan indah untuk bercengkrama dengan teman sekolah, tapi di satu sisi gue juga sering dipeloncoin sama teman sendiri. Kenangan indah untuk berdiskusi, bercanda tawa dengan teman kampus, tapi di satu sisi gue juga sering dimanfaatin sama mereka2 yang munafik sama teman sendiri. Kenangan indah untuk bercengkrama dengan warga Desa Nunuk, tetapi di satu sisi gue juga sering merasa kelelahan akibat tugas MPE yang sangat diforsir berikut perkara si Tango bangsat. Kenangan indah untuk bisa bermain simulasi balap di rumah dan menikmati betapa eksotisnya mobil2 di dunia ini, tetapi di satu sisi gue enggak suka sama keadaan di rumah yang terlampau rame. Kenangan indah untuk bisa bercengkrama dengan teman masa kecil, tetapi di satu sisi setelah itu gue harus kembali fokus untuk mempersiapkan kelulusan diri dari program sarjana Antropologi.

Gue bahagia. Dan gue menderita.

Senang-senang: Kamu Datang Lama Sekali, Tetapi Pergi Cepat Sekali (2)

"Di, masih inget Ray, kan?", kata Zem dengan polos ketika ia lagi tidur-tiduran di kasur gue dengan nyamannya.
Gue menjawab, "Iya, dong. Si jagoan gitar. Teman SD gue dulu. Malah, dia juga se-SMP dan se-SMA juga sama gue. Sayang, enggak sejurusan sama gue (ketawa).".
Zem lalu beranjak dari gesture tidurnya. Ia berkata, "Kapan-kapan ajakin dia ketemuan yuk. Bentar lagi kan bulan puasa, nih. Ajak aja dia buka bareng. Sekalian sama teman2 SD lainnya, Di. Kalau bisa.". Gue langsung menjawab, "Oh. Boleh2. Eh, iya tapi saran aja nih. Ajak Ray aja. Yang lain enggak usah, soalnya dikit doang sih yang gue kenal. Hmm... Kalaupun yang lain... Si Abi, mau enggak?".

Zem bertanya dengan antusias, "Abi! Abi, apa kabar? Gile, jaman dulu tuh, gue sering diajakin dia main ke rumah lo. Cuma buat mainin Dynasty Warriors 4 di PS2 lo sama Zoo Tycon di komputer lo! (ketawa)".
"Ho? Iya, ya? What a nostalgia.", gue menjawab dengan santun. Iya, iya. Sementara Zem menjelaskan kenangan indah tersebut, sementara pula benak bayangan mengenai kenangan itu terserap di kepala gue - terngiang2 ... Menari dengan indahnya dan sebebas mungkin.

Emang... Masa kanak2 merupakan masa terindah yang (celakanya) tak tergantikan. Saat kita kecil dulu, kita berharap ingin cepat dewasa. Soalnya, orang dewasa bisa apa aja. Tapi, saat kita udah dewasa, kita ingin kembali lagi ke masa kecil (!?). Emang sih, sebagai orang dewasa kita bisa melakukan apa saja. Tetapi, banyak sekali batasan2 yang perlu kita maklumi. Kegiatan2 kita saat itu soalnya dipengaruhi oleh dua hal besar, yaitu tenaga dan biaya! Intinya, kebebasan itu malah dibatasi oleh tenaga dan biaya. Gimana rasanya tuh? Bebas yang enggak bebas? Miris. Betul, enggak? Udah, jawab aja. Emang betul kok jawabannya -,-.

Lanjut lagi ke cerita. Zem lalu berantusias untuk mencari tahu nomor telpon Ray via Facebook dan Twitter. Setelah mengetahuinya, ia langsung mengirim nomor tersebut lewat SMS.

"Nih, ya Di. Nomernya Ray. Disimpan baik2 ya.", kata Zem. Gue menjawab dengan singkat, "Pastinya.".

Gue langsung mengirim SMS ke Ray. Eh, Ray menjawab,
"Di. Apa kabar? Gue denger lo pengen ajakin gue buka bareng ya? Yuk. Ajakin Abi juga kalau bisa, hehe. Sekalian entar kita main gitar bareng. Oh iya, buat nyusun acaranya, mau enggak kita bicarain besok di rumah lo? Gue aja yang main ke rumah lo.".
Hehe, asyiknya. Tentu saja gue setuju dengan pendapatnya.
Setelah itu, gue langsung mengirim SMS ke Abi. Sayangnya, ia menjawab,
"Halooo Dii, apa kabar? Wah, buka bareng? Seru sekali. Sayang gue enggak bisa. Soalnya gue masih ko-as nih. Tebak gue lagi dapet penempatan di mana? Di Tegal... Jadi, selama Ramadhan, gue ada di sana. Maaf banget ya, Di. Salamin buat yang lainnya.".
Oh my fucking God! -,-
Sometimes, fate is cruel, is not it? :(

Abi, sahabat terbaik gue sepanjang masa saat ini emang lagi kuliah di FK Usakti. Berhubung yang namanya dokter itu sebelum Judisium perlu melakukan "simulasi" kedokteran yang disebut dengan co-assistance, saat2 begitu dia pasti sibuk. Rata2, FK itu lulus 4 tahun buat meraih Sarjana Kedokteran, dan dia akan melanjutkan 2 tahun setelah itu buat meraih gelar "Dokter" melaui kegiatan co-ass tersebut. Intinya, co-ass itu isinya adalah kegiatan calon2 dokter dalam seluruh bidang kedokteran yang sebenarnya juga merupakan kegiatan membantu para dokter. Dokter yang dibantu ini juga berstatus sebagai dosen, lho. Karena mereka sekalian menilai calon2 ini. Untuk keterangan selanjutnya, coba deh pembaca tanyain ke kenalan yang kebetulan sedang kuliah di FK, atau kenalan yang sedang bekerja sebagai dokter, atau googling aja sendiri kalau berani.

Urgh! Dalam hati gue: co-fucking-ass-off! -,-

Oke, intinya si Abi enggak bisa dulu buat tahun ini, dan besok Ray akan main ke rumah sore2.

Esok sorenya, Ray main ke rumah gue.
Udah lama enggak ketemu dengan dia. Dia juga pasti juga berpikiran yang sama dengan gue. Walaupun fisik kita berubah, terutama dari suara dan bentuk tubuh, tapi sifat dan sikap tetep aja sama dari dulu.
"Ray, lo kurusan, lho. Dan tinggian. Suaranya juga berubah.", kata gue sesantun mungkin.
"Oh iya? Lo juga, Di. Suara lo makin dalam. Dan lo makin tinggi, dan agak gendutan dari yang dulu. Dulu lo kurus banget.".
Gue gendutan!? Yes! Jarang banget orang yang ngomong kalau gue agak berisi! XD

Sembari menyusun rencana buka puasa bareng besok, gue ngajakin dia main Gran Turismo 6 bareng. Tentu saja: pakai Logitech G27 andalan! XD

Ray: Waw, seru banget, Di. Ketahuan banget deh, bedanya. Kalau pake stik PS jauh lebih gampang daripada pake setir2an ini. Pake setir2an ini jadi kerasa realistis.
Gue: Yoi, dong. Enggak salah beli kan. Gimana, mobilnya enak enggak?
Kebetulan Ray pake mobil Renault Clio Sport 2011. Sebuah mobil sporty yang begitu bersahabat dengan pebalap pemula.
Ray: Enak kok, Di. Di, gantian lo, dong. Capek juga gue nyetir.
Gue: Oke. Sekarang gue pindahin ke Le Mans 24 Minutes Event ya. Gue pake ini aja, ah. Audi R10 TDI. Mesin LMP bertenaga Diesel.
Ray: LMP itu apa?
Gue: Le Mans Prototype. Kelas mobil single seater yang tepat berada di antara GT1 atau GT500 dengan Formula One.
Ray: Ooh.
Gue: Oke... Uh! (rem mendadak) ... Wah, ada Nissan GTR nabrakin Ford GT... Kecelakaan dah berdua itu :(
Ray: Waah!

Akhirnya, waktu maghrib telah tiba! Yuk, abis ngabuh burit di atas kokpit mobil, kita melegakan diir dulu dengan sepiring bubur sumsum dan segelas milo :D. Rasanya lega sekali, Alhamdulillah.

Dan rasa lega itu menambahkan satu kebahagiaan tak ternilai: berbuka bersama salah seorang teman masa kecil di rumah. DI RUMAH! XD

Setelah berbuka, kami melaksanakan ibadah maghrib, tentu saja. Setelah itu.... Kami bingung -,-. Mau ngapain lagi? Kalau Ray pulang sekarang, sayang aja gitu. Walaupun emang waktu udah malam, tapi yang namanya bercengkrama dengan teman dalam waktu yang lama merupakan apresiasi yang bahkan enggak bisa dibayar sama uang sebesar berapapun juga. Sorry, kalimat terakhir gue ini membingungkan karena kepanjangan. Intinya sih, ya mohon ditangkep ya. Maksudnya, salah satu apresiasi terbesar terhadap diri ini ialah dapat bercengkrama dengan lama bersama teman masa kecil.

Teman masa kecil, Ray? Iya. Siapa yang sangka, kalau dulu gue sering saingan buat dapetin ranking 1 sama dia (tapi nyatanya gue kalah melulu?)? Siapa yang sangka, namanya juga teman dekat, kalau dulu gue sering ngatain dia (dan begitu juga dengan sebaliknya! Yang resiprokal aja, sih! XD)? Gimana kalau gue kasih tahu kalau... *a la Morpheus-Matrix* *BGM on: Clubbed to death* *lebay*
Kalau... Gue tahu dan kenal Megaman, Mario Bross, dan Yu-Gi-Oh! dari teman yang bernama Ray ini? XD
... Di saat semua anak2 seumuran gue udah pada tahu mainan2 itu, gue sendiri masih belum tahu! Tahu dari mana terus? Sekali lagi, dari Ray! XD
Iya.. Kalau gue enggak kenal sama dia, gue enggak tahu mainan2 itu. Dan saat ini gue sadar betapa berharganya mainan2 tersebut. Mainan2 itu jadi salah satu kelompok pendamping utama buat belajar... Eh salah, buat santai2 tentu saja. Mainan masa kecil.

"Ray, main GTA V yuk. Sambil nunggu waktu makan malam, hehe", kata gue.
Ray membalas, "Wuih, ada GTA V juga! Yuk2.". Gue jawab, "Asyiik.".

Kami berdua akhirnya main GTA V. Ya, karena main offline dan enggak ada konten multiplayer, akhirnya cuma gue aja yang mainin. Ray menyimak dengan seksama tapi santai.

Gue: Ray, sorry. Kok malah jadi gue yang main. Mau main, enggak?
Ray: Enggak apa-apa, Di. Gue malah lebih suka ngelihat orang yang main. Oh, iya entar aja, Di. Abis lo aja.
Gue: Oke. Gini2 aja sih. Biasa, main GTA kan gitu. Kalau banyak misi, bingung gimana cara mainin misinya. Kalau udah tamat, malah bingung mau ngapain.
Ray: (ketawa)
Gue: (ketawa) ... Tapi sih, sekarang misi bisa di replay lho. Bisa dimainin ulang.
Ray: Oh iya? Cobain dong, Di.

Akhirnya, gue coba mainin misi yang pertama banget. Pertama kali. Sampai di tengah2 ada cut scene antara Michael Townley dengan Trevor Phillips...

Michael: Yeah, you're the real stallion!
Trevor: BAH BAH BAH BAH BAH!

Kami berdua ketawa terbahak2 melihatnya.

"Di, Ray. Makan yuk.", Ka Titi menyapa kami berdua dengan ramah.
"Yuk, Ray.".

Kami berdua lalu makan malam sambil mengobrol soal teman2 SD dan SMP. Berbagai nama muncul untuk mengingatkan kenangan2 indah tersebut. Indika apa kabar? Oh, dia ada di Jerman, toh. Agam apa kabar? Oh, dia baru lulus dari salah satu universitas di Inggris (ya, dia keluar negeri! Gue sendiri kapan ya T_T"). Widi apa kabar? Dulu kerjaannya nyanyi2 Sheila on Seven melulu, sekarang udah tobat dia. Lebih aliman dia daripada gue, kalau kata Zem *!?*. Ismail apa kabar? Oh, emang  gue pikirin. Terakhir gue sama dia berantem, dan agak males ngomongin orang yang satu itu. Sorry ya,

Setelah itu, Ray pulang ke rumah. Iya, hari sudah larut. Waktu sudah menunjukan pukul 09.00 WIB.

Jadi, gue santai2 sama Ray palingan dari pukul 14.30 - 09.00 WIB.

Jujur... Waktu yang sangat sebentar kalau buat santai2... Tapi, kalau waktu sebanyak itu digunakan buat ngerjain skripsi, ngerjain tugas himpunan atau organisasi, ngerjain tugas teman (hah!? What the fuck!), dan berbagai kegiatan2 lain yang belum tentu kita sukai... Adalah waktu yang sangat menyiksa, bukan?

Jadi teringat kata Thomas Hobbes. Filosof yang pemikirannya cukup ribet itu pernah ngajarin gue satu kalimat bermakna, "One of the human's nature is felicity.". Felicity itu maksudnya mengejar kebahagiaan dan menghindari ketidakbahagiaan.

Jadi? Kebahagiaan yang gue pengen itu... Bercengkrama selama mungkin dengan teman masa kecil... Dan ketidakbahagiaan itu kayak macam2nya skripsi, tugas himpunan, sama tugas teman yang super malas?

Kalau buat saat ini, ya iya! -,-"