Ayo Berjuang

Ayo Berjuang
Pantang Mundur

Selasa, 29 Oktober 2013

Maksud Gue Juga Biar Solid Kok - Sebuah Renungan

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Hai pembaca yang baik2 hatinya :D mudah2an sehat terus. Gak lupa, kayak doa gue yang kemarin itu lho, abis gue limpahin segala macem curhatan gue ke elo semua: sukses dalam meraih cita2 dan impian kalian. Selamat beraktivitas :D

Kebetulan gue lagi libur. Kebetulan hari ini gue juga mau sejenak melupakan berbagai kepenatan akan kesibukan gue di masa selanjutnya. Ada beberapa sih, seperti skripsi (Statement of Intent-nya udah gue bikin sih, cuman belum dikumpulin aja), himpunan (jadi mentoring adek kelas sama jadi kepala majalah... Here we go again these little pests of annoyance!), dan cari link buat ke University of Sussex (gak nemu2, hiks2).

Gue mau sejenak melupakan hal itu.

Gue mau mengingat kembali apa aja yang pernah gue lakuin semasa gue kuliah dulu.

Tingkat pertama penuh dengan Ospek. Kisah utamanya pasti 'dikejar2 senior ampe nangis kejer2'. How annoying, jadi menurut gue gak menarik.

Tingkat pertama penuh dengan kesibukan belajar. Tingkat yang paling susah. Gue ngerasa bahwa tingkat ini merupakan 'inisiasi' diri gue buat belajar di antrop. Tak kenal maka tak sayang. Lebih jauh lagi, kalau mau sayang beneran, lo mesti Knowing Every Particular Object about that alias kepo.

Jadilah gue (cukup) kepo tentang antrop dengan bermandikan nangis air darah tentu saja.

Nah, akhirnya tingkat ketiga...

Di tingkat ketiga ini, kalo lo udah jago banget sama tingkat dua - atau seenggak2nya mayan ngertilah - lo bisa santai2. Emang sih sibuk juga, tapi enggak sesibuk yang di tingkat sebelumnya gitu.

Jadi, kita bisa curi waktu lebih luwes daripada yang sebelumnya.

Apa yang gue lakukan bersama dengan teman2?

MAIN GAME BARENG!! -,-

Gue waktu itu berhasil membuat dua kali perkumpulan gamers antropers. Dua kali itu jadi kenangan yang signifikan, tahu? Nah, yang pertama ialah balap CTR - Crash Team Racing. Kalau gak tahu game ini, artinya masa kecil lo kurang bahagia! Hahaha, anak2 yang lahir tahun 90an wajib banget mainin game yang satu itu! XD Pertemuan kedua ialah Bishi Bashi.

Apa benang merah dari kedua pertemuan itu? Sekali lagi, gue, sebagai kepala pertemuan alias Project Officer itu, mengadakan pertemuan2 itu dengan alasan yang enggak main2 lho.
1. Ada kesamaan karakteristik material yang dijadikan panggung bermain, yaitu game tahun 90an. Tepatnya game PS1. Kenapa game PS1? Because it was damn very nostalgic. Ini juga gue pertimbangin soalnya rata2 yang ikutan main ini ya anak2 yang lahir tahun 90an (gue sendiri lahir tahun 1992). Grafiknya emang jelek gila. Tapi, sekalinya dimainin yang teringat di benak dan batin lainnya ialah kenangan atas game itu - tertawa bersama dengan kawan bermain - mencaci maki bersama, dan sebagainya. Iya kan, interaksi sosial yang ada di dalam console games tersebut bersifat langsung alias tatap muka! Gak kayak game online! Makanya, gue gak mau mainin game online
2. Kedua pertemuan itu tidak main dan tidak bukan ialah bertujuan untuk mempererat tali silaturahmi. Kenapa? Masalah? Kata2nya terlalu agamis? Oke, secara antropologis bertujuan untuk memperkuat solidaritas agar kolektif dapat sustain alias bertahan hidup, teori ini dikemukain oleh Alfred Reginald Radcliffe-Brown atau yang biasa David Graeber panggil 'al-Brown'. Kenapa? Istilahnya terlalu berat? Salah sendiri, siapa suruh baca ini XD

Iya, solidaritas. Intinya gini sih, solidaritas itu artinya sama aja kayak silaturahmi. Memperteguh kekuatan kelompok, membuat masing2 anggotanya semakin akrab satu sama lain, semakin intim tanpa berhubungan intim (?). Ya gitu dah. Kalau masih juga gak ngerti, mendingan langsung ngomong konsul ke gue, ye. Gue lagi gak mood ngejelasin konsep ini.

Kenapa gue malah nawarin yang gak jelas?

Oke, lanjut ke cerita. Di tengah2 kesibukan gue waktu itu pas bikin acara 'kecil2an tapi besar juga', ada seorang teman yang juga enggak kalah sibuknya dengan gue.

Malah, dia lebih sibuk. Karena, dia mengadakan kegiatan pertemuan itu dalam waktu beberapa kali seminggu.

Teman itu bernama Anis. Anis - cowok yang suka banget sama sepak bola dan bermain itu juga (termasuk futsal tentunya) - suka banget mengadakan reuni dan temuan2 lainnya dalam hal sepak bola. Iya, pokoknya ikutan aja sama Anis, pasti lo bakalan sehat. Sehat jasmani rohani. Jasmaninya lo mengolahragakan tubuh. Rohaninya lo bisa semakin akrab dengan teman2 sparing lo, ya?

Suatu kali Anis ulang tahun, dan dia SMS "Makasih ya Di atas ucapannya. Btw kok lo gak dateng ke undangan gue? Undangan main futsal? Wah, lain kali ikutan dong Di. Gue ngerasa gak enak nih kalau ada temen sendiri yang gak keundang".

... Hm? Anis?

Sampai siuatu saat - gue lupa - Anis sempat berkata, "Jadi, kenapa gue ajak lo - cowok2 antrop - main futsal? Biar kita semua makin akrab. Makin tahu satu sama lain dengan cara yang sehat!".

Astaga! Astaghfirullah!

God please show your mercy. Anis, please forgive me. :(

Gue keterlaluan banget. Gue lupa, bahwa ada seorang teman yang berusaha memperkuat solidaritas dengan cara yang berbeda. Dia begitu concern atas hal itu. Dia khawatir bahwa suatu saat akan ada kekenduran solidaritas antropers.

Begitu juga dengan gua! Gue juga khawatir bahwa antropers ini akan hilang kekompakannya karena berbagai hal. Salah satunya karena banyak clique atau genk2 kecil yang ada di sini. Misalnya, si A main terus sama si B. Terus si C main terus sama si D. Dan sebagainya.

Gue ingin memperkuat solidaritas dengan mengajak semua cowok - dari berbagai clique mana pun - dalam game. Dan triknya itu simpel: bikin tanding berdua dengan teman yang beda clique. Kan gampang. Jadi, biar si A lawan C. Terus, si B lawan D. Gitu. Jadi kan kita makin akrab satu sama lain.

Dan selama ini gue selalu menolak dan melupakan futsal maupun sepak bola. Kenapa?

Berawal dari kesukaan gue terhadap bola dan futsal ada tahun 2006. Ya, jujur gue baru pertama kali suka bola pada tahun 2006 tepatnya saat World Cup 2006 eksis. Gue suka banget. Gue langsung suka sama Italia dan Juventus. Sekalipun Juventus di saat yang bersamaan kena degradasi akibat skandal wasit, gue tetep bela Juventus.

Tahun 2006 itu tepat ketika gue masuk ke kelas 3 SMP. Nah, tahun 2011... Gue mulai ngelupain sepak bola... Kenapa demikian...?
Tahun 2007 gue masih suka sama Italia dan Juventus. Terus, gue masuk ke SMA pada tahun yang sama juga. Nah, di sinilah. Gue masuk ke ekskul bola. Tahu kenapa?
Gue dipeloncoin. Gue di bully. Gue dicemooh karena gak bisa main bola. Semua anggota ekskul itu bilang kalau gue payah. Aksi gue jelek melulu. Gak bisa bikin gol ke gawang lawan, malah sering bikin gol ke gawang sendiri alias bunuh diri. Gak bisa gocek. Posisi yang gue lumayan bisa akhirnya back. Eh, banyak juga strikers yang bisa lewatin pertahanan gue. Semuanya complaint ke gue. Kawan marah2in gue melulu, sedangkan lawan malah ngata2in gue melulu. Serba salah deh kalau main bola sama futsal.
Akhirnya mereka menyimpulkan bahwa gue gak pantes suka sama bola. :"(. Pernah gue suatu kali ditanya sama salah seorang anggota ekskul soal klub favorit, dia sontak menjawab dengan lantang "Juventus goblok!".
Cinta gue terhadap bola futsal makin menyurut :"(

Pernah suatu kali gue diajak main sama rekan kerja nyokap. Rekan kerja itu orang farmasi, namanya Bang Oji. Bang Oji ini rajin banget ngajakin gue main dari kelas 3 SMA hingga tingkat pertama kuliah.
Di sini, cinta gue terhadap bola futsal agak meningkat... Karena, tujuannya bukan buat perpeloncoan...
Pas kelas 3 SMA masih agak rajin, ada kali sekali sebulan. Pas tingkat pertama kuliah cuma dua kali aja (gue inget, pas lagi buka puasa sama pas ngerayain gue masuk UI). Kegiatannya makin jarang gara2 Bang Oji makin sibuk. Dulu jabatannya kan wiraniaga, saat itu udah naik ke supervisorial. Tingkat kedua kuliah udah gak main lagi. Kenapa? Karena Bang Oji udah jadi manager, jadi makin sibuk dan makin gak punya waktu buat ngajakin gue. Sedih gue rasanya.
Akibatnya, kembali lagi - cinta gue terhadap bola futsal makin menyurut :"(

Saking sedihnya, ampe2 ketika gue mau nonton bola, atau melihat apapun yan berhubungan sama futsal dan sepak bola - yang keingat ialah... Perpeloncoan... Dan kesedihan akibat ditinggal sahabat baik... :"(

.... :"( semenjak saat itu, gue melupakan sepak bola. God damn it. Yang terasosiasikan antara sepak bola dengan futsal pasti tidak lain dan tidak bukan adalah perpeloncoan dan kesedihan itu sendiri. :"(

Sampai suatu kali Anis berkata, "... Ya, gue.. Emang gue cowok yang jago main bola? Ya enggak! Emang gue mau bilang kalau main bola itu dunianya cowok belaka? Biar cowok makin maskulin? Ya enggak! Main ini - sekali lagi - buat solidaritas! Biar kita makin akrab! Ayo, seberapa pun kemampuan lo, main aja!".

Ironisnya, kata2nya mirip dengan ketika gue mempromosikan kedua pertemuan itu...
Gue berkata, "Ayo, kita main! Kita senang2! Di sini, menang kalah gak masalah! Yang penting kita bisa luapin emosi bersama, kita bisa bernostalgia masa kecil kita, dan tentu aja kita bisa saling akrab satu sama lain. Kalau udah akrab, dijamin makin akrab! Ayo, kita pererat keakraban kita melalui cara yang menghibur lahir batin!".

....

Gue mesti mengubah pikiran. Gue mesti menjauhkan kata sepakbola futsal dari perpeloncoan. Gue mesti sadar, kalau mereka yang dulu memeloncokan gue dalam sepakbola sebenarnya karena mereka, antara mau iseng aja sama gue atau mereka gak suka sama keberadaan gue (sekalipun gue gak tahu kenapa mereka gak suka sama gue).
Tapi, ini butuh waktu yang lama.... :"(

Anis dalam olahraga, tepatnya sepak bola dan futsal.
Dan mungkin seharusnya gue sadar: sosok Anis ini mengingatkan ke gua akan sahabat lama - si Bang Oji. Gak ada Bang Oji, jadilah Anis.
Sekalipun gue gak tahu, masih sempatkah waktu gue buat bercengkrama di lapangan hijau itu dengan Anis dan kawan-kawan yang main juga? Bukan apa2... Masih ada beberapa pekerjaan... Egh! Skripsi dan himpunan! Gue kan gak tahu bakalan sesibuk apa gue dalam mengurus dua pekerjaan naas tersebut... OOOAGGGHH! GO TO THE HELL BOTH OF YOU!! :"(

Kembali lagi:
Gue dalam game, tepatnya game2 nostalgis.

Makasih banyak Ya Allah. Makasih banyak, Nis. Lo udah ngingetin kawan satu lo yang bodoh ini :( mudah2an kebodohan ini cuma terjadi sekali seumur hidup.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar