Ayo Berjuang

Ayo Berjuang
Pantang Mundur

Kamis, 31 Oktober 2013

Berbagi Ilmu di Desa Nunuk: Blog dan Ebook PDF

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Hai pembaca, apa kabar semua? Seperti biasa, selamat beraktivtas buat hari ini dan mudah2an sukses :D salam hangat buat yang enggak membaca ini :)

Oh iya, waktu itu kan gue pernah ceritain soal tragedi di Desa Nunuk ya. Gue mesti pikir balik, apakah ada hal mengharukan yang akan mengungkapkan tangis bahagia di sana. Iya, tragedi yang gue ceritain kan menyebabkan tangis duka. Gimana dengan tangis sukanya? Apakah ada?

Ternyata ada. Dan ternyata gue melupakan itu.
Karena, gue terlalu fokus terhadap bayangan negatif Tango dan kejadian naas itu. Iya, ini salah gue. Ini bakal menghisap habis energi yang gue miliki.
Dan gimana caranya agar energi yang baru akan masuk ke jiwa raga ini? Ya, mungkin cerita mengharukan akan menghasilkan hal tersebut. Eh, enggak kok, pasti. Gue bisa merasakan alias memprediksikannya. Soalnya, kan gue udah ceritain hal yang mengharukan saat Seminar MPE kemaren, dan gue ngerasa sangat sangat lega atas segala macam jerih payah usaha selama itu... Bayangin, gara2 kejadian naas, gue cuma bisa meneliti lima hari bersih. Sisanya mengurus kejadian naas dan beristirahat sejenak alias santai2.

Oke, cerita ini berawal dari flash back kejadian pada tanggal 30 Agustus 2013 kemarin. Tepatnya, pada saat hari terakhir bersih gue buat nginep di Desa Nunuk. Sebuah Desa yang ternyata menjadi kado pengalaman suka duka bagi diri ini. Hehe, siapa yang nyangka sih kalau gue bisa ngomong yang kayak begituan?

Pagi seperti biasa, gue dan temen sekamar sekaligus temen satu kelompok seminar kemarin (baca: Bacang) sarapan pagi bersama Indung Semar alias tuan rumah tempat gue nginep sementara - Mas Warkim yang baik hati namanya. Sembari menyantap makanan pagi yang luar biasa sedap itu, Mas Warkim tiba2 ngomong, "Mas Ardi, entar jadi temenin saya.. Maksudnya, ajarin saya buat bikin blog, ya. Saya pengen tahu, hehe. Entar aja, sehabis jumatan.". Saya mengangguk dan mengiyakan pastinya.

Tiba2 gue bertanya dalam hati, "Mengapa ada juga seorang Ndeso yang mau membuat blog? Mas Warkim ini mahasiswa, terus... Kenapa... Sebenernya juga, membuat blog kan bukan kewajiban mahasiswa juga...".

Mas Warkim kemudian melanjutkan komentarnya, "Saya pengen jadi... Perintis pertama mahasiswa di kampus yang membuat blog.. Hehe..".

Wait, what? Artinya, dengan ajaran - berbagi ilmu mengenai blog dari gue ini - artinya kampus itu akan melahirkan pencetus pembuat blog pertama? Subhanaullah. Ini berada di luar perkiraan gue.

Dalam hatiku mulai menangis membanjiri bendungan keharuan. Bendungan keharuan atas rejeki Yang Ilahi berbentuk modal sosial budaya: ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan membuat blog. Membuat blog agar kampus seseorang itu semakin maju.

Nb: Hey! Sekarang ini bukannya gue lagi bikin blog ya!? Cukup sering dan gue tentu aja tahu cara bikin blog.. Dan.. Ada seorang mahasiswa dari Jawa Barat - dari Indramayu tepatnya - yang meminta gue akan tips2 bikin itu... Buat kemajuan kampusnya...
Kenapa gue heran? What's something special about this? Yeah, of course! Gue gak nyangka, gue kira gue bikin blog cuma buat main2 (baca: buat curhat sama buat salurin kegemaran)! Ternyata, membuat blog juga bisa menjadi wadah untuk menyalurkan ilmu pengetahuan!
:"D

Oke2... Setelah jumatan, kami berdua langsung saja ke warnet terdekat. Kami memesan komputer, dan ternyata kami duduk tepat di belakang anak-anak SD di Desa Nunuk yang lagi main game2 first person shooter (FPS) seperti Counter Strike dan sebagainya yang gak begitu gue kepo juga. Sekalipun gue juga suka main game, tapi gue sukanya main game console bukan main komputer.

Mas Warkim berkomentar, "Aduh... Gaduhnya anak-anak SD itu... Main tembak2an, yang sadis2... Pake teriak2 segala, apa sih serunya..". Saya mengomentari tanda kasihan terhadap pendapatnya itu, "Haha, iya... Namanya juga anak2, sekali dikasih game pasti dia ketagihan. Mereka udah gak melihat yang sadis2nya, tapi serunya itu, sensasi tegangnya itu. Karena juga, maksudnya game dibuat emang kayak gitu, mas.". Mas Warkim menjawab lagi, "Hmm... Semenjak warnet dibuka, makin banyak anak SD yang ke sini dan... Saya dengar2 ini yang bikin anak2 SD itu punya banyak nilai merah... Lagian, gak dibatasin mainnya..".

Ini juga merupakan catatan pribadi buat diri gue, jadi catatan ilmu baru. Keadaan Desa Nunuk dan hubungannya dengan teknologi warnet ini sudah ada di tempat tinggal gue (baca: Bintaro) saat gue SD - tahun 1999an. Waktu itu pertama kali diperkenalkannya CS, sedangkan Ragnarok baru ada tahun 2002an - sebagai markas besar cewek2 cakep. Ya kan? Cewek2nya Ragnarok cakep2. Eh, kalimat terakhir itu gak usah dipikirin. Ini sih asumsi kasar aja, seinget gue listrik aja baru masuk ke Desa Nunuk tahun 2000an awal. Sedang, buka warnet palingan sepuluh tahunan kemudian, artinya paling baru dua tiga tahun yang lalu warnet baru ada di sini. Soalnya warnet kan butuh daya listrik yang tinggi juga. Ya, Bintaro mah - lo tahu sendiri - udah masuk listrik sejak kapan tahu - sejak 1979an mungkin pas Bintaro Jaya muncul.

Maksudnya apa? Coba lo sebagai antropolog atau pemerhati teori neo evolusi kaji hal ini. Apa yang bisa kita kaji lewat perspektif itu? Ya sekali lagi ini cuma asumsi kasar aja: sekitar dua puluh tahunan lagi Desa Nunuk mungkin akan menjadi Bintaro seperti Bintaro pada tahun 2002an. Mungkin pada tahun 2023-2033 mungkin, Ragnarok baru akan ada. Ya, kali itu anak2 SD Kota Kecil Nunuk (namanya bukan desa lagi! Small Town Nunuk) akan keranjingan cewek2 cakep. Ya, sekali lagi yang terakhir ini gak usah dipikirin XD.

Tapi gue pikir dan gue rasa teori tersebut bisa dibantah lewat perspektif historinya Franz Boas atau konfigurasional Alfred Louis Kroeber. Kalau pembaca mau mencari sendiri, boleh cari aja sendiri. Maksudnya, teliti sendiri. Tapi, kalau enggak karena males juga gue gak ngelarang XD. Kita kan gak tahu kalau asumsi awal tadi bisa aja jadi Statement of Intent skripsi antrop, ya gak?

Skripsi? Go to hell!! -,- (kok malah jadi keinget skripsi).

Err...
Lanjut ke cerita tadi. Ya, buat anak2 SD itu mudah2an mereka tetap bisa membagi waktu bermain dan belajarnya. Gue berpendapat, "Ya, sebenernya mas kalau waktu main mereka dibatasin ya mereka gak bakalan dapet nilai merah. Ini mereka dapet nilai merah pasti karena gak jelas kapan mereka main dan kapan mereka belajar. Jadi, orang tua mereka harus mendisiplinkan mereka. Hehe, cuma pendapat saya aja lho. Soalnya, orang tua saya begitu kalau sama saya. Beliau galak banget kalau saya melanggar waktu bermain dan belajar, haha.". Mas Warkim mengiyakan tanda setuju sembari berkomentar, "Wah, mama kamu galak amat ya?". Kami berdua tertawa sembari memasukan alamat email dan password di blog yang baru.

Akhirnya, blog Mas Warkim jadi. Jujur, gue lupa apa nama blognya. Yang jelas udah jadi aja.

Mas Warkim menunjukan ekspresi lega dan senang setelah kegiatan sederhana ini selesai. Gue juga mengungkapkan ekspresi yang kurang lebih mirip dengan beliau tadi. Akhirnya, kami berdua pulang ke rumah.

Malam setelah panggung perpisahan, gue lari dengan beberapa kawan seperti Fendi, Bayu, Darsya, Imam, dan Rakhmat. Kami semua lari karena basah kuyup - TEPATNYA HUJAN. Gak nyangka banget - padahal saat ini kan lagi musim kemarau, kok tiba2 hujan datang - besar pula - dan di tengah malam pula.
Gue, Imam, Rakhmat, dan Fendi menumpang terlebih dahulu di rumahnya Bayu dan Darsya. Sembari bertelanjang dada, kami berbincang-bincang untuk menunggu hujan reda. Ternyata, hujan tidak reda2 dan gue terpaksa menerobos hujan itu.

Untung aja kediaman Mas Warkim gak jauh dari kediaman Mas Yono - Mbak Ima itu. Sesampainya gue di rumah, ternyata ada Mas Warkim menunggu sambil mengerjakan skripsi di netbook-nya. Katanya, "Wah, basah kuyup? Ayo mas, mandi aja dulu.". Gue mengiyakan dan langsung bergegas ke kamar mandi untuk menyegarkan diri.

Setelah mandi dan berpakaian, gue berbincang2 dengan Mas Warkim. Mas Warkim kemudian menutup buku bacaannya. Gue bertanya apakah gue mengganggunya mengerjakan skripsi, ternyata katanya, "Saya mau istirahat dulu ah. Ngobrol sama Mas Ardi lebih enak daripada ngerjain skripsi (tertawa).". Saya terharu mendengar pendapatnya itu.

Sekarang... Adalah saat yang tepat untuk memberikan Mas Warkim akan souvenir dari rumah. Souvenir itu gak sama kayak yang akan diberikan Bacang, yaitu baju koko muslim. Gue sendiri akan memberikan... PDF book yang bertemakan 'pendidikan islam versus pendidikan barat' sebanyak tiga puluh buah buku.

Apakah kejadian ini akan berakhir mengharukan?

Mari kita lanjutkan ceritanya terlebih dahulu. Baru saja gue mau berikan beliau akan tiga puluh buku digital ini, eh mati listrik!
Mati listrik? Drat. Gue jadi putus asa. Apa gue berikan besok pagi saja? Cuman kan besok gue mesti pulang pagi2. Gue takut gak sempat. Apakah enggak jadi nih, acara berbagi ilmu yang satunya ini?

Tepat. Hati gue udah was2 aja.

Sembari menunggu nyalanya listrik, gue dan Mas Warkim akhirnya berbincang2.

Mas Warkim: Mas Ardi anak ke berapa? Gimana kalau soal keluarga?

Gue: Saya anak ketiga dari dua bersaudara. Dua kakak cewek semua. Yang satu anak kedokteran, yang satunya lagi anak psikologi klinis. Terus, mama kerja jadi dokter. Ayah udah cerai dari saya lulus TK.

Mas Warkim: Ooh.. Wah, berarti Mas Ardi ini punya keluarga yang cendekiawan banget... Punya dokter sama psikologi... Wah... Keluarga kayak gitu mah jarang banget di sini...

Gue: Hehe... Iya.. Ehm, mas.. Ini pendapat pribadi saya aja sih... Ya, mungkin saya emang termasuk di dalam anggota keluarga cendekiawan.. Tapi, menurut saya keluarga cendekiawan di kota Jakarta dan sekitarnya gak bakalan ada maknanya kalau mereka gak bisa memberikan manfaat buat hidup.. Terutama buat hidup orang2 yang gak punya.

Mas Warkim: Ooh...

Gue: Iya, kami ada - punya ilmu - dan itu mesti dibagi buat orang2 yang gak punya ilmu. Kami harus melayani siapapun dia. Kami gak tahan kalau melihat ketimpangan - ada yang pintar dan ada yang bodoh. Di kota, udah banyak banget kejadian ketimpangan. Ada orang miskin, dia makin miskin. Tapi, kontras sama orang kaya - mereka itu subur banget harta kekayaannya. Kan gak bener. Menurut saya, cendekiawan sejati itu bisa mengatasi ketimpangan itu. Jadi, semua bisa kaya raya - bisa berilmu pengetahuan - kenapa enggak? Hehe, ini cuma pendapat saya aja sih mas..

Mas Warkim: Ooh.. Iya, iya, saya juga mah pasti setuju, saya gak bisa bilang 'enggak' buat itu.

Gue: Iya... Saya gak akan bosan2 meraih ilmu dan berbagi, mengamalkannya. Di manapun, kapanpun. Gimanapun.

Blip! Listrik menyala!

Mas Warkim: Eh, listriknya udah nyala lagi? Alhamdulillah...

Gue: Alhamdulillah... Maaf mas, boleh saya pinjam netbook-nya?

Mas Warkim menyodorkan dan saya langsung saja memberikan tiga puluh buku itu.

Gue: Mas Warkim... Ini, sebenernya saya kira ini jadi hadiah buat mas karena mas lagi mau skripsi soal pendidikan Islam. Ternyata, saya baru tahu kalau setelah dua bulan kita gak berjumpa, mas mengganti tema skripsi jadi psikologi Sholat. Iya, tapi saya tetep kekeh buat berikan tiga puluh buku ini. Biar Mas Warkim mudah2an semakin tertarik sama masalah pendidikan Islam. Silahkan mas, dilihat dulu.

Btw, untung aja ada Adobe Reader di netbook-nya Mas Warkim. Kalau enggak kan usaha gue amsyiong! -,-

Mas Warkim: Wah... Bagus2 bener... Wah, saya enggak tahu mesti bilang apaan...

Gue: Bilang 'makasih' aja, mas!

Kami berdua tertawa terbahak2 memecahkan sunyinya malam mengharukan itu.

Gue: Akhir kata saya buat Mas Warkim aja nih... Gimanapun keadaannya, jangan cepat menyerah dalam meraih ilmu atas Nama-Nya ya Mas. Tetap membaca dan tetap berpengalaman ya mas. Tetap belajar, pada akhirnya. Tiga puluh buku ini 'hanya akan' jadi awal perjalanan mas dalam menuntut ilmu mengenai pendidikan Islam. Saya berdoa dan berharap mudah2an mas mendapatkan bahan2 yang lebih baik daripada ini, sehingga mas semakin bernafsu dalam belajar meraih Ilmu-Nya. Aamiin.

Mas Warkim: Aamiin... Sekali lagi, makasih banyak ya, Mas Ardi. Nah, mungkin kita lanjut ngobrol besok aja kali, hari udah malam nih, udah jam dua belas malam. Besok Mas Ardi kan mau berangkat jam delapan pagi ya? Yuk, istirahat sekarang aja, mas.

Gue: Oke mas! Sama2 lho. Saya juga makasih buat bimbingan mas selama ini. Hehe.

Gue melihat tempat tidur yang kosong itu (baca: Bacang belum pulang - dia lagi nongkrong dulu di Balai Desa). Sunyi senyap. Ketika gue bersetubuh dengan kasur itu, ia seakan2 berkata, "Betapa mengharukannya hari ini, terutama malam ini. Terima kasih ya Mas Ardi - udah jauh2 dari Bintaro dan UI Depok - mau membagi2 ilmunya di Desa Nunuk!". Gue tersenyum dan menangis di dalam sanubari.

Gue tidur dengan sangat nyenyak. Gue ngerasa bahwa gue adalah orang yang paling bahagia saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar