Ayo Berjuang

Ayo Berjuang
Pantang Mundur

Rabu, 20 November 2013

Teman sebagai Penghibur Sejati – Teman itu Bernama Damar (3)



Ada sebuah cerita lagi mengenai teman itu. Teman yang bernama Damar. Teman yang selalu menghibur gue ketika gue lagi sedih maupun ketika gue lagi senang. Jadi, gimana enggak gue bahagia mempunyai teman yang seperti itu :D
            Cerita itu bermacam-macam. Jauh lebih asyik ketika gue menceritakan dalam konteks berduka yang dulu, deh. Waktu itu pernah gue lagi heboh mengenai organisasi alias himpunan mahasiswa. Gue enggak tahu: himpunan mahasiswa itu kerjanya ribet alias enggak simpel. Ada aja yang ribet dan mikin malas hati, malas gerak.
            Waktu itu gue disuruh buat ikutin lomba ilmiah. Tepatnya, Lomba Ilmiah Mahasiswa FISIP 2013 alias Limas 2013. Haduh, awalnya gue berniat buat pensiun alias mengundurkan diri. Tetapi – apa daya dan upaya – yang namanya kejadian ya tetep aja kejadian. Mau gimana lagi? Gue tetep ikut karena sumber daya manusia yang terlampau sedikit. Maksudnya? Tepat: peserta lomba buat tahun ini semakin sedikit – jauh lebih berkurang daripada yang tahun lalu malahan!
            Alhasil gue ikutan meramaikan suasana… Dengan batin yang terpaksa. Gue ikut menjadi peserta sama seperti tahun yang lalu, dan dua tahun yang lalu, yaitu lomba esai kritis. Lomba esai kritis kali ini membahas mengenai Good Governance pada beberapa hal seperti lingkungan. Gue mau milih yang lingkungan, sekalipun gue kurang tertarik sama issue tersebut. Gue berencana buat membuat tulisan soal keterkaitan antara kebudayaan macet di lalu lintas Jakarta dan Good Governance. Kenapa macet? Karena macet itu lingkungan sekunder, yaitu lingkungan yang bisa dan biasa dimanipulasi oleh manusia. Mantap! Di saat yang kritis begini, ternyata otak gue jalan juga! Kirain mandek di tengah jalan! Wuihii, Thank God :D
            Mungkin aja tahun ini mempunyai cerita yang berbeda buat diri gue. Ketika dua tahun yang lalu, gue mencoba menggagas mengenai kembali ke Pancasila. Hasilnya gagal total. Setahun yang lalu, gue mencoba menggagas mengenai deprivasi relatif dan absolut di Bintaro yang berakhir permukiman kumuh. Eh, hasilnya juga sama aja. Buat tahun ini, gue berharap justru malah gagal aja. Kenapa? Biar gue enggak capek2 presentasi. Capek banget, belum lagi soal pelajaran yang masih banyak. Intinya, membosankan, deh.
            Kemudian, Devita sang kepala Keilmuan meminta diri gue buat ikut serta ke lomba yang satu lagi, yaitu debat. Gue udah cukup berusaha buat menolak permintaannya, tetapi ia tetep kekeh. Hasilnya, gue enggak tega menolak permintaannya -,-. Emang, gue ini makhluk manusia yang penuh rasa iba – entah kenapa.
            Setelah itu, gue pulang ke rumah. Malamnya, gue diminta untuk cek ricek twitter Limas. Ada pemberitahuan mengenai siapa saja yang menang lomba. Wah! Alhamdulillah… Sekaligus Inna Lillahi… Gue menang… Gue lolos dalam lima besar bersama dengan dua teman seperjuangan lain seperti Ubed dan Wieldan.
Gue bingung. Saat itu gue mesti bersyukur apa enggak ya. Yasudah, gue melampiaskannya dengan berteriak hingga Kak Titi dan Mama kaget mendengar teriakan gue tersebut.
Esok paginya, gue langsung mempresentasikan materi gue. Hasilnya, gue dibantai abis2an sama Pak Ganda Upaya. Ya Allah. -,-
            Kemudian, gue pulang ke rumah dan kembali jadi orang yang galau. Setelah gue abis2an dikritik sama Pak Ganda, gue harus mempersiapkan diri buat melaksanakan lomba debat besok. Asli, capek banget. Capek, gue mesti nyari2 bahan buat debat. Ketika gue mencari2 bahan, tiba2… LISTRIK MENYAMBAR. Alhamdulillah masih jauh sih dari diri gue, jadi diri gue enggak kesambar alias mati konyol. Tapi…. Netbook yang lagi gue pake itu mati mendadak alias rusak.
Astaghfirullah… Cobaan yang datang di saat2 yang enggak gue harapkan sama sekali.
Gimana kalau gue ceritain ini ke Devita, biar gue bisa mengundurkan diri besok? Pasti gue dibilang melanggar etika profesionalitas, pikir gue. Gimana kalau besok gue gak masuk aja? Besok ada beberapa kuliah yang penting yang sebenarnya bisa gue lakukan abis debat. Dan lagian, gue juga males banget kalau dibilang pengecut sama temen seangkatan sendiri.
Apa yang mesti gue lakukan? :”(
            Gue cerita aja! Kalau emang gue gak berani cerita ke Devita, kenapa enggak gue cerita ke Damar? Seorang teman yang bisa membuat diri gue nyaman. Akhirnya, gue cerita bersama dengan dia.
Damar: Halo…
Gue: Damar! Gue mau curhat nih! Galau gue, sedih gue! Huhu…. :”(
Damar: Cup cup… Ada apa nih…?
Gue: Iya, Mar. Gue ampe bingung… Kenapa gue besok mesti ikutan lomba debat. Terusan juga, kan gue mesti cari bahan buat  dijadiin dasar argumentasi yang valid, kenapa laptop gue rusak gara2 petir tadi! Galau gue, Mar.. Galau..! -,-
Damar: Sabar, Di. Tenangkan dirimu.. Sekarang, rileks aja dulu. Gue perhatiin dari tadi pagi lo begitu restless. Kenapa?
Gue: Ya iya, Mar. Gimana enggak diri gue restless. Lagian sih, disuruh ini itu. Capek banget rasanya. Gue pengen ngeluhin hal ini ke divisi keilmuan, tapi gue takut dibilang enggak profesional. Jadinya, gue bingung mau ngapain..
Damar: Iya… Mendingan sekarang lo istirahat dulu. Sembari dengerin motivasi dari gue. Gue juga sebenernya lagi mikir sih, kenapa lo diajak buat ikutan Limas melulu, dari tahun ke tahun… Orang2 yang mengajak lo itu enggak pertimbangin kesibukan apa yang lo temui selain menolong mereka2 yang ngajak lo. Benar?
Gue: Iya.
Damar: Tahu kenapa alasannya?
Gue: Karena kekurangan sumber daya manusia. Gak ada lagi yang bisa dipaksa buat ikutan kecuali gue.
Damar: Bukan itu.
Gue: …? Tapi?
Damar: Sumber daya manusia mah sebenernya enggak dikit juga di Antrop. Sekalipun emang enggak banyak juga sih. Kalau2 tiap orang bisa dipaksa, ya mereka bisa dipaksa. Nah, kenapa lo disuruh? Karena lo itu kaya akan sumber daya pengetahuan.
Gue: Kaya akan sumber daya pengetahuan?
Damar: Karena mereka tahu, mereka pengen mengoptimalkan kekayaan sumber daya pengetahuan lo lebih detail lagi. Bahkan kalau bisa dimodif sekalian. Bayangin, otak lo dimodif, kayak modifikasi mobil aja.
Gue: Iya ya. Tenaga kuda gue bisa nambah. Downforce gue bisa ditinggikan. Berat gue bisa diturunkan. Racing mode on-deh.
Damar: Iya! Nah, sekarang, selamat mencoba buat memperkaya sumber daya pengetahuan lo.
Gue: Oke, Mar.
Damar: Satu lagi, makanya banyak kan anak Antrop yang minta tolong soal akademis ke lo?
Gue: Karena gue kelebihan sumber daya pengetahuan akademis?
Damar: Yoi!
Gue: Ah, itu mah juga terkadang karena orang yang minta tolong ke gue.. Antara malas atau dilanda kegalauan tertentu.
Damar: Ya, tapi kan lo bisa menolong mereka melepaskan diri mereka dari kemalasan dan kegalauan. Itu sumber daya lho! Dan lo punya semua itu. You have it all. You have it all the potence that you want it.
Damar (lagi): So, unleashed your potentials! All of it! Let the world knows them! Let Devita knows them!
Gue: (Let Devita knows them?)… Hehehe.. Oke, oke Mar. Thanks a lot ya… :”D
Damar: Anytime, mabroh!
…. Esok paginya, gue menjalani hari tersebut dengan semangat. Sekalipun emang hancur: kalah lawan Komunikasi, memang walkout lawan sosiologi, dan seri lawan administrasi fiskal. Tapi, hal itu membanggakan. Bukan karena gue capek membuktikan profesionalitas gue kepada Devita dan kawan-kawan. Tapi, gara2 gue bisa membuktikan bahwa… Ternyata di tengah2 gue menderita, gue masih memiliki kekayaan akan sumber daya pengetahuan! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar