Ayo Berjuang

Ayo Berjuang
Pantang Mundur

Selasa, 12 November 2013

Teman sebagai Penghibur Sejati - Teman itu Bernama Damar (1)

Ada berbagai orang yang bisa kita klasifikasikan di dalam benak.

Ada orang-orang yang kita golongkan di dalam daftar 'orang-orang yang gue cintai'. Golongan ini hadir sebagai rumah dan kediaman. Tempat kita kembali - mengistirahatkan sejenak jiwa raga yang telah lelah akibat masalah-masalah yang enggak lain dan enggak bukan berasal dari perilaku tidak seronok makhluk sesama spesies kita - manusia! So, feel at home, safe as houses.

Itulah orang-orang yang kita. Oke, khususnya buat diri gue - merekalah orang yang gue cintai. Keberadaan mereka membuat gue bagaikan di rumah sendiri dan merasa aman dan nyaman. Ketika gue bertemu dengannya, kedua rasa yang menyenangkan itu muncul serta-merta.

Orang yang gue cintai ini secara primer berasal dari keluarga inti. Kecuali ayah kandung. Kemudian, itu melebar jadi keluarga luas. Hingga kemudian, itu meluas lagi menjadi teman-teman seperjuangan.

Dalam konteks teman seperjuangan, ada beberapa kelas lagi yang bisa gue bagi-bagi seenak jidat. Ada sahabat terbaik sepanjang masa: Arifi, Arif Gendut, Irrul, Gilang, dan Riandi. Ada sahabat tambahan yang juga setia: Naufal, Yudha Bibir, Tomang, Ben, dan... Semua teman di jurusan Antrop 2010. Selain itu, ada juga teman-teman biasa yang biasa gue tolong dan enggak gue acuhkan ketika mereka meminta tolong sampai nugging-nungging enggak karuan.

Salah seorang teman di jurusan Antrop 2010 itu ialah Damar.
Gue selalu tertawa terbahak-bahak ketika dia mendeskripsikan dirinya di twitter-nya hanya dalam sebuah kata: GANTENG. Mar, lo mau narsis apa mau jujur? XD

Damar ini merupakan teman yang gak mau pilih kasih dengan teman sesama Antropnya. Gue masih inget, ketika gue masih maba bersamanya, gue selalu takut diawasi oleh senior. Dia - bersama dengan Anis, Mbing, dan Bacang - serta-merta menenangkan diri gue dengan berkata, "Jangan takut, Di. Namanya juga senior. Mereka ngospekin kita cuma buat ngisengin mental kita aja. Kalau kita sadar, lama-lama rasa takut juga bakalan hilang!".

Sungguh baik teman itu. Dan diri gue sangat beruntung karena pernah memilikinya.

Ada seorang senior yang waktu itu paling gue takutin. Perawakannya besar, bongsor. Mukanya brewokan - subur makmur  kalau sekedar soal jenggot dan kumis (?). Kemudian, dia suka banget berkata kasar ke juniornya yang menurutnya enggak becus. Waktu itu, dia kebetulan jadi senior yang suka mendisiplinkan juniornya dalam konteks Ospek di FISIP UI - biasa disebut denga kepanitaan Tibum (ketertiban umum).

Dia suka banget berkata, "Lari lari lari! Cepetan, gak pake lama!".
Gue takut sambil berlari. Damar menangkap gue dan berkata, "Enggak usah lebay, Di. Santai.". Gue menenangkan diri dengan mengikuti irama jalan cepatnya Damar. Kemudian, Damar berkata, "Gak pake lama. Kata si Paul... Gak pake lama, kayak mau mesen makanan di restoran aja.".

Gue tertawa terbahak-bahak.

Dan Paul pun berkata keras, "Siapa tuh yang ketawa?".

Gue dan Damar baru kemudian lari secepat Usain Bolt (?) atas peringatan yang lebih keras tersebut. Setelah sampai di tujuan, kami berdua tertawa terbahak-bahak melepaskan penat yang ada.

Ternyata, di tengah kejadian yang terkeras sekalipun ada juga hal yang lucu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar