Ayo Berjuang

Ayo Berjuang
Pantang Mundur

Senin, 04 November 2013

Teman Berkata: Ayo, Beranikan Diri Lo

Assalamualaikum Wr. Wb.
Apa kabar pembaca? Enggak bosen2 gue ngomong begini ke kalian: sukses selalu dan selalu berada di dalam Lindungan-Nya, Aamiin. Dan tentu saja dengan hal yang sama aja seperti yang sebelum-sebelumnya: sampaikan doa dan salam hangat tadi kepada yang belum bisa membaca, enggak mau membaca, bahkan yang membenci blog gue ini :D.

Sama seperti tulisan-tulisan gue yang sebelumnya, kali ini gue bakalan membahas apa sih gunanya teman. Iya, teman adalah lembaga. Teman bukan sekedar teman - itulah pandangan gue semasa gue hidup ini. Karena, sekalipun usia gue masih muda - tapi gue juga punya cukup banyak pengalaman mengenai pertemanan. Sehingga, gue berani menyimpulkan hal itu. Karena, pengalaman itu memang terasa hidup dan mengafeksi kehidupan gue.

Buat tulisan yang saat ini dan yang akan ke depan-depannya kemungkinan besar gue akan ngomongin hal itu. Hal itu melulu. Jadi, gak usah takut buat ngomong 4L alias Lo Lagi Lo Lagi. Iya, gue bakalan terus-terusan ngomongin apa sih gunanya teman buat hidup gue. Dan mungkin juga buat hidup lo, apabila memang pengalaman kita dirasakan mirip. Kalau pun enggak, ya gue mohon maaf ya, itu gue rasa di luar tanggung jawab gue. Silahkan lo berkontemplasi sendiri, kalau sama gue mah itu bebas2 aja :D.

Apa gunanya teman? Ia bisa mengubah lo dari yang tadinya penakut alias pengecut menjadi pemberani.

Sekali lagi, hal ini gue pelajari ketika gue masih berjuang di Desa Nunuk. Sekali lagi, Allah Swt Maha Sayang terutama kepada diri gue yang lemah dan enggak berdaya ini. Allah memberikan gue akan pelajaran andragogis mengenai gunanya teman.

Ketika gue mendapatkan kabar bahwa Zae dirawat di RS Mitra Plumbon, Cirebon, gue langsung kaget mendengar kabar naas itu. Sampai akhirnya Pepep meminta gue dan Nendi untuk ikut bergilir jaga malam, akhirnya kami mengiyakan permintaan itu. Sebuah permintaan yang gue sendiri enggak tahu apa implikasinya buat kehidupan gue baik di jangka pendek maupun jangka panjang.

Nendi datang ke rumah tempat gue menginap sementara. Nendi berkata, "Ayo, Di. Cek dulu. Ada yang ketinggalan apa enggak?". Setelah semuanya dicek, kami berdua terlebih dahulu mampir ke rumah Ubed dan Aria. Kebetulan di rumah yang ada cuma si Ubed. Ubed bertanya, "Prof mau berangkat sama Nendi, nih? Awas lo Nen, Prof itu aset negara. Kalau ada apa2, wah bisa bahaya...". Nendi menjawab, "Iya, gue tahu...".

Siapa yang mereka maksud dengan profesor? Bukan maksudnya sombong, julukan itu merujuk kepada diri gue. Sejauh yang gue tangkep, gue mendapat julukan itu karena teman2 tahu bahwa gue suatu saat ingin bercita2 menjadi profesor, Kedua, saat ini mereka sangat membutuhkan kehadiran akan bantuan gue ketika mereka dihadapi oleh suatu kesulitan akademis.

Ubed pun bergegas untuk melaksanakan Sholat Ashar. Katanya, "Prof, saya sholat dulu ya. Prof jangan lupa sholat. Kalau Nendi mah enggak masalah mau sholat apa enggak (tertawa)". Nendi pun menjawabnya dengan lelucon yang enggak kalah lucunya juga - tapi gue lupa lelucon apa yang ia keluarin. Pokoknya lucu, deh.

Di sinilah terjadi perbincangan antara gue dan Nendi tepat di kamar tidurnya Ubed dan Aria.

Gue: Nen, gue takut.

Nendi: Takut kenapa?

Gue: Kita bakalan naik motor ya? Ke jalur pantura lagi? Huf, pasti bakalan capek banget.

Nendi: Yaelah, kok gitu aja takut. Eh tapi, lo enggak biasa naik motor ya? Ya, susah juga sih. Lonya sendiri yang mesti sabar..

Gue: Hehe, why thank you, bro. Iya, jalan jauh mah gue biasa. Tapi pake mobil. Kalau pake motor gue cuma tahan buat jalan dekat aja.

Nendi: Hmm... Gini sih, biar lonya enggak takut.. Maksud gue sabar itu, lo jangan pikirin apa2. Lo ada kepikiran apa2 engga?

Gue: Ngerasain dan kepikiran sih, sama kecelakaannya Zae. Gue kira, emang sih gue ngerasa takut menghadapi perjalanan nanti. Karena ini di luar zona nyaman gue. Karena ini gak biasa gue lakuin. Tapi, gue juga mesti mikir akan satu hal, yaitu demi Zae. Demi teman seperjuangan. Demi teman yang saat ini lagi diselimuti kabut tebal berupa duka, gue mau menerobos kabut tersebut dan mengantarkan cahaya matahari berupa hiburan dari teman seperjuangannya. Menurut lo, gimana Nen? Apa gue salah?

Nendi: Ya... Gimana...

Gue: Apa jangan-jangan lo gak ngerti sama apa2 yang gue sampaikan tadi?

Nendi: Ya, gue ngerti. Jangan lo anggep diri gue dodol gitu dong! Gue ngerti, tapi gue bingung nih mau balesnya kayak gimana...

Gue: Sama satu lagi. Besok kan Bu Yunita datang. Gue sekalian nginep, sekalian bantuin lo ngerjain field notes. Kan dari pada lo gak punya kerjaan apa2. Bu Yunita itu berbahaya lho. Sebenernya, alternatif orang lain selain gue kan Bacang. Bukan maksudnya apa2, gue khawatir Bacang gak bisa bantuin lo apa2 soal bikin field notes.

Nendi: Bacang mah beneran dodol, Di.

Kami berdua tertawa terbahak-bahak di rumah itu.

Gue: Ya... Gitu deh...

Nendi: Ya, intinya gini, Di. Beranikan diri lo. Yang penting lo berani dulu. Caranya gimana? Jangan pikirin apa2 dulu. Yang penting kerjain aja.

Gue: Oke...

Kami berdua akhirnya jalan dengam motornya Mas Tatang. Di tengah perjalanan kami membeli bensin terlebih dahulu. Sembari bertanya kepada tukang bensin mengenai keberadaan RS itu, akhirnya kami berangkat kembali.

Sesampainya di parkiran RS, kaki gue gemetaran enggak ada habis2nya.

Nendi: Kenapa kaki lo?

Gue: Gemeteran.... Gue enggak biasa jalan sejauh itu pake motor, apalagi lewat jalur pantura..!

Nendi: Iya... Semangat Di. Anggep aja itu kado buat lo hadapi ketakutan itu. Lo bisa jadi pemberani kok.

Gemetaran tersebut serta merta hilang. Nilai keberanian mulai tumbuh besar di sanubari. Setelah itu, kami berdua naik ke atas untuk bertemu dengan Botak dan Pepep dan tentu saja menemani Zae. Apa kabar Zae? Kami semua - teman seperjuanganmu yang pemberani - ingin mengantarkan cahaya suka cita buat lo yang selama ini berani menghadapi kabut tebal duka dalam serangkaian kejadian naas ini. Beranilah, Zae! Karena, teman2 lo ini juga menjadi pemberani! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar