Ayo Berjuang

Ayo Berjuang
Pantang Mundur

Senin, 04 November 2013

Malam Suka dan Malam Duka: Padahal Malam adalah Hal yang Sunyi

Di RS itu, diri gue termenung. Menunggu kepastian belaka. Menanti kehidupan yang lebih baik. Menanti apa sih ilmu pengetahuan yang bisa gue serap dalam lingkupan andragogis ini.

Lingkupan andragogis ini ternyata berada di rumah sakit. Rumah sakit inipun juga bukanlah tempat yang familiar buat diri gue. Kenapa bisa begini? Hati gue terus-menerus bertanya hal itu.

Waktu sudah menunjukan pukul 21.13 WIB. Semua orang normal pasti sedang bersiap-siap untuk beristirahat alias tidur malam. Gue yakin, ada berbagai macam varian yang ada dalam persiapan tersebut.
Mungkin ada anak lelaki yang tidak bisa tidur karena ia menganggap bahwa waktu itu telalu kesorean. Akhirnya, orang tuanya menegur ia untuk segera tidur. "Kalau enggak, digigit nyamuk.". Katanya seperti itu.
Mungkin ada dua bersaudara yang memiliki kamar tidur yang sama belum tidur juga. Mereka berdua masih melamun. Melamuni langit-langit kamarnya yang kecil tetapi megah itu. Sampai akhirnya keheningan dipecahkan ketika si adik berkata, "Kak, curhat yuk.". Kemudian, sang kakak berkata, "Yaelah Dek, mau curhat apa? Udah malam. Tapi, enggak apa2 juga sih. Ayo, mau cerita apa?". Apapun topik yang mereka ceritakan, hal itu udah berada di luar urusan imajinasi gue yang begitu minim.
Mungkin ada sepasang suami istri yang menutup pintu kamarnya rapat2. Istri berkata, "Anak2 udah pada tidur kan?". Suami menjawabnya dengan komunikasi verbal. Kemudian, suami berkata, "Ayo, kita mulai saja.". Istrinya tersenyum lebar mendengar tawaran menggiurkan tersebut dan pada akhirnya... Pasangan tersebut... Lenyap di dalam kegairahan, lenyap di dalam kegiatan intim - yang tidak boleh orang lain ketahui - bahkan orang lain itu adalah darah dagingnya sendiri! ... Keheningan malam menjaga kegiatan percintaan mereka. Bina cinta, semakin cinta, mereka semakin mengerti satu sama lain, bukan?

Ketiga cerita malam tadi adalah contoh yang terbayangkan lewat benak saya. Ketiga cerita malam itu memiliki benang merah yang sama: kebahagiaan memeluk kehangatan akan Malam-Nya Yang Indah.
Bagaimana kemudian apabila gue imajinasikan mengenai malam yang enggak diharapkan sama sekali?
Mungkin ada seorang kuli bangunan yang kerja malam. Malam yang seharusnya hening akhirnya harus dipecahkan oleh suara-suara pertukangan bangunan seperti mengecat, melapisi semen, mematuk-matuk atap, dan apapunlah itu yang gue sendiri enggak ngerti sama istilah per-kuli-an. Sang kuli mengeluh dan berkontemplasi. Katanya di dalam hati, "Huh... Kerja kok malam, dini hari begini... Tapi, kalau saya enggak kerja... Saya bisa kasih makan anak sama istri apaan? Bukannya saya udah berikrar kepada kaum2 elit bahwa... Saya rela jadi kacung. Saya rela diperbudaki jasmaninya. Asalkan, kebutuhan primer saya terpenuhi.".
Mungkin, ada seorang supir travel yang bertugas menjadi supir di malam hari. Malam yang tenang seharusnya akhirnya harus terusik sedikit akibat kendaraan yang ia bunyikan. Sang supir mengeluh dan berkontemplasi. Tetapi, demi bertahan hidup, ia mengakhiri pengeluhan dan kontemplasi tersebut dengan kembali lagi menjadi supir malam. Kembali lagi mengarungi jalanan yang gelap dan sebenarnya mengganggu pandangan mata tersebut.
Mungkin, ada seorang wanita cantik yang... Sayangnya ia menjadi kupu-kupu malam. Awalnya, ia ingin kerja di Jakarta jauh2 dari kampungnya karena kebutuhan hidupnya tidak terpenuhi dengan baik. Akhirnya, ia memilih jalan menjadi 'idola seksual' bagi kaum 'pria pemburu'. Ia kemudian menutup kamar yang dipesan oleh sang pria. Sang pria mengunci kamar dan berkata dengan dinginnya, "Hari ini saya kerja, dan capek banget! Kamu harus bisa melayani saya dengan maksimal, ya!". Bagaikan kupu-kupu yang terperangkap di sarang buatan makhluk-makhluk jahat - ia malu, ia tertegun, Ia berkontemplasi, "Saya harus melayaninya dengan cinta... Tidak, saya akan melayaninya dengan teknik2 yang saya kuasai... Ia saat ini mengeluh akibat kelelahan dalam bekerja, bukan? Ya, saya tahu teknik apa yang cocok! Saya tidak perlu cinta, saya hanya memerlukan teknik... Karena, pramu syahwat seperti diri saya tidak memerlukan cinta untuk kliennya.. Agar saya bisa hidup di kemudian hari.". Bagaikan sang kupu-kupu yang melewati tiga perangkap besar - ketiga perangkap itu bernama: rasa malu, kontemplasi, dan penyesalan tiada gunanya. Pramu syahwat itu kembali lagi melanjutkan pekerjaannya.

Termasuk diri gue buat saat ini.
Apa yang gue lakukan di malam ini? Menunggu kepastian apa? Menanti ilmu pengetahuan? Ilmu pengetahuan itu datangnya di pagi hari! Apalagi buat mahasiswa seperti gue ini! Ardi, kenapa lo tetep kekeh mencari pengetahuan di malam ini? Malam merupakan waktu bagi lo biar bisa mengistirahatkan badan.
Tapi, dalam keadaan yang seperti ini.
Malam yang seharusnya hening itu mesti gue ganggu atas dasar nafsu amara mencari ilmu. Yang baru aja gue sadari: ketika gue marah, ketika gue enggak puas, gue ternyata dengan implisit juga merangsang stimulus atas kepenasaran gue terhadap suatu ilmu apapun. Ilmu apapun! Apalagi yang menyangkut ilmu tentang inspirasi kehidupan. Agar gue bisa mengantisipasi keanehan dari kebingungan ini. Agar gue gak mengalami disorientasi kehidupan.
Gue butuh inspirasi...
Gue khawatir kalau malam ini akan berakhir dengan kejadian yang mirip dengan ketiga malam duka itu: kuli bangunan, supir travel, dan pramu syahwat. Tidak, gue adalah mahasiswa. Kenapa hidup gue di malam ini harus berakhir dengan kejadian yang mirip seperti itu? Apabila mereka bekerja di tengah kegalauan, maka gue melamun di tengah malam. Lamunan gue memecahkan sunyi senyapnya Malam Yang Indah. Gue sendirilah yang mengganggu Keindahan-Nya. Dan gue menyesal. :"(
Tapi, dari manakah inspirasi itu muncul?

Gue tetep menunggu... Di tengah2 jiwa raga ini diselimuti oleh kabut duka atas kegalauan di RS... Sembari melihat langit-langit yang kebetulan tidak memiliki atap... Maka, gue langsung saja melihat langit yang berwarna biru tua menjelang hitam itu... Ia seakan berkata kepada diri gue, "Mengapa masih sadar? Melamun pula? Ayo, tidur. Istirahatlah yang cukup. Gue lagi sibuk menenangkan jiwa-jiwa yang sedang bercengkrama akan mimpi indahnya, nih. Jangan ganggu urusan gue.".

Langit itu murka terhadap diri gue, tetapi ia tetap sayang terhadap diri gue. Ia kembali bekerja. Ia kembali sunyi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar