Ayo Berjuang

Ayo Berjuang
Pantang Mundur

Selasa, 17 Maret 2015

Kebahagiaan di Awal Pengerjaan Skripsi: Berbincang Bersama Teman, Berbagi Kebahagiaan

Assalamualaikum Wr. Wb.
Hai, pembaca! Apa kabar? Sukses buat kalian semua. Bagi yang enggak sempat (dan bahkan enggak mau) membaca ini, mohon sampaikan salam sukses yang tulus buat mereka, ya :D

Nah... Akhirnya, ada lagi satu cerita mengenai kebahagiaan saat gue masih berkecimpung di tahapan awal pengerjaan skripsi.
Gue bahagia. Gue merasa senang sekali.
Ternyata, dibalik penderitaan gue mengerjakan berbagai macam kerjaan (terutama kerjaan organisasi), ada juga kebahagiaan. Iya, di dalam penderitaan terdapat kebahagiaan yang enggak gue sadari.
Iya. Gue baru menyadarinya belakangan ini. Hehe, what a bad clumsiness of mine. I am really really sorry about that! :D

Oke. Bermula dari awal gue diajak buat jadi kakak mentor dan kepala divisi majalah, gue mulai kenal sama banyak adik kelas yang usianya di bawah dua hingga tiga tahun dari diri gue. Karena gue dipanggil dahulu jadi kepala majalah, maka gue awalnya dekat dengan beberapa adik yang di bawah dua tahun. Oke, biar lebih gampangnya gini aja. Kan gue angkatan 2010. Nah, ketika gue kerja di majalah, gue jadi merasa lebih dekat dengan adik-adik angkatan 2012. Selanjutnya, ketika gue diajak jadi kakak mentor, gue mesti melakukan mentoring sama mahasiswa baru 2013. Karena, seperti yang udah pernah gue ceritain sebelumnya, mentoring perlu dilakukan agar minimal kakak-kakak senior ini bisa membimbing adik-adik barunya untuk bisa beradaptasi di antropos. Terlebih lagi, adik-adik ini pas lagi hari H ospek perlu dibimbing agar bisa survive pas sidang. Mereka disidangin sama alumnus.

Itu juga bermula dari rasa iba gue terhadap adik-adik itu. Iya, gue ngerasa iba karena mereka semua itu bagaikan anak-anak terlantar, yang lagi nyasar hidup berada di jurusan ini. Banyak dari mereka yang mengeluh. Banyak dari mereka yang berkata bahwa antropologi itu susah buat dimengerti. Ya, emang betul. Jangan nanya lagi. Bahkan, gue yang cinta mati sama antropologi juga harus mengakui bahwa antropologi memang susahnya bukan main! Jadi, kalau ada yang bilang kalau antropologi itu mudah... Well, it's a really really bullshit! -,-

"Kak, susah banget kak ngerti soal teori evolusi Darwin!"

"Kak! Artinya struktur sosial itu apaan, ya?"

"Kak! Jelasin maksudnya primitive mind-nya si Claude Levi-Strauss, dong!"

...
Itulah sedikit dari sekian banyak pertanyaan yang sering mereka lontarkan terhadap diri gue. Iya, apa lagi sih yang gue rasakan selain rasa iba? Selain rasa simpati maupun empati buat mendorong diri gue agar bisa membantu mereka semaksimal mungkin?
Dan ini bukan maksudnya gue mau pamer kebaikan kepada pembaca. Gue orangnya emang gini. Sekali gue kasihan, gue bisa kena penyakit over-sensitive. Ini udah kebentuk dari gue kecil. Dari dulu gue selalu diajarin baik sama nyokap maupun sama kakak-kakak biar gue harus bisa peka sama orang yang butuh bantuan gue. Nenek gue - pas masih hidup - juga selalu ngajarin gue mengenai ikhlas menolong orang dan manfaat yang bisa gue petik dari situ.
Makanya, kalau ada orang yang minta tolong, mengemis ini itu, dan ternyata gue bisa punya kemampuan untuk menolong mereka... Iya, rasa simpati dan empati gue muncul secara otomatis. Rasa over-sensitive ini mendarah daging.
Entahlah? Apa mungkin karena gue terlalu menghayati pelajaran kehidupan tersebut? Siapa suruh terlalu menghayati? Ah, sudahlah.

Balik lagi ke cerita yang barusan.
Gimanapun juga, mereka... Adik-adik yang dalam pandangan gue merupakan anak-anak titipan orang tuanya masing-masing. Gue takut. Gue khawatir. Kalau-kalau mereka kesasar beneran di jurusan antropologi ini, iya... Kasihan. Kasihan dong orang tuanya? Kedua orang tuanya itu... Udah capek-capeknya mendidik mereka, dan mendukung mereka supaya bisa masuk ke jurusan antropologi ini. Masa, ujung-ujungnya mereka malah nyasar ke pilihan yang udah didukung itu!?
Siapa lagi yang bisa menolong kecuali senior? Apabila mereka kurang cerdas meminta tolong ke diri sendiri. Apabila teman-teman sepantaran mereka juga enggak ada yang mau membantunya? Apabila juga... Dosen yang bersangkutan enggak mau menolong mereka?
Siapa lagi kecuali senior mereka? Iya, tentu aja senior mereka yang rela menolong, lho. Kali-kali aja ada senior yang enggak bisa dimintai tolong karena sibuk penelitian, sibuk mencari kerja, sibuk ngerjain skripsi, dan sibuk-sibuk lainnya...
Iya. Mengemban amanat kedua orang tua mereka. I am really felt sorry for them all.

Biar berurutan ceritanya, gue bakalan ceritain dulu pas gue lagi sibuk jadi kepala bagian majalah. Setelah selesai rapat divisi, ada beberapa orang 2012 yang pulang ke rumah. Tetapi, ada sisa tiga orang di antara mereka yang masih tetap berada di tempat. Salah satu orang yang paling gue kenal ialah Tya 2012. Tya 2012 ini sepertinya sedang sibuk mengerjakan tugasnya...

Gue: Tya? Lagi ngapain?

Tya 2012: Oh, Tya lagi ngerjain tugas buat UTS, kak. Mayan susah juga, nih. Bahannya Bahasa Inggris.

Gue: Coba, mana gue pengen lihat.

Tya 2012: (menyodorkan kertasnya) Nih, kak.

Gue berpikir sejenak. Lalu menerangkan ke Tya 2012 dengan baik-baik. Alhamdulillah, penjelasan gue bisa dimengerti dan sepertinya menyelesaikan masalah.

Tya 2012: Wah, Tya ngerti! Makasih banyak ya, kak! :D

Gue: Glad to hear that! Alhamdulillah, iya sama-sama ya Tya :D

Batin gue kerasa bahagia. Siapa sih yang enggak ngerasa bahagia kalau bantuannya dapat bermanfaat bagi orang lain... Kecuali orang munafik? Makanya, jangan jadi orang yang munafik :)

Uniknya, setelah itu Tya makin rajin datang ke gue buat minta bantuan. Banyak sekali yang bisa gue bantu, Alhamdulillah. Kalaupun emang enggak bisa, terkadang gue butuh bantuain artikel lain lewat Mbah Google. Iya, jadi kita cari bareng dan pahami bareng juga, gitu.
Suatu kali, gue baru aja selesai mengerjakan revisi terakhir MPE. Di saat yang bersamaan, ternyata waktu itu bertepatan dengan musim UAS bagi mahasiswa yang masih mengambil mata kuliah tertentu. Karena gue udah gak ngambil mata kuliah lagi, ya gue enggak ngerasain itu lagi.

Ah... Cukup nostalgis juga. Kembali mengingat perjuangan gue bersama dengan teman-teman saat UAS. UAS itu cukup digambarkan dengan satu kata aja, yaitu "begadang" :) . UAS enggak bakalan ada seru-serunya kalau enggak dilakuin via begadang. Seriusan, deh XD

Eh, ternyata di saat gue membayangkan kenangan itu dalam benak, Tya 2012 datang.

Tya: Kak Ardi! Apa kabar?

Gue: Baik-baik, Alhamdulillah! Makin baik karena gue baru aja selesai sama revisi MPE. Huh, revisinya bikin capek aja -,-

Tya: Wah, mantap sekali, kak! Oh iya maaf, kak. Kalau Tya minta tolong boleh, enggak?

Gue: Minta tolong apaan, itu?

Tya: Tya masih enggak ngerti sama sejarah Indonesia dan struktur sosial.

Gue: Oh. Wah, sejarah Indonesia agak susah, menurut gue. Coba gue baca dulu, ya. Kalau yang struktur sosial masih mayan ngerti, lah.

Setelah beberapa menit.

Gue: Asal nama Indonesia dari ahli yang bernama G. J. Held. Katanya, Indonesia berasal dari kata "Hindu" dan "Nesos". Nesos artinya pulau. Iya, artinya pulau yang punya banyak penduduk yang memeluk agama Hindu. Iya, Indonesia jaman dulu kan emang kayak gitu. Indonesia dulu banyak dijajah karena punya rempah2. Sekarang, Indonesia dijajah dalam balutan yang halus, namanya imperialisme. Yaitu, pengakuan kepemilikan sumber daya atas hubungan bisnis bilateral. Contohnya Freeport. Emas sama Uranium kita diambil secara halus (tetapi memaksa) karena udah terikat kontrak sama Amerika Serikat akibat dikontrakin selama enam puluh tahun lamanya.
Kalau struktur sosial itu digagas oleh Alfred Reginald "al-Brown" Radcliffe-Brown. Itu menyangkut... *mikir dulu* ... Hubungan antar manusia secara bersama-sama, minimal dua orang. Nah, orang-orang ini punya kedudukannya masing-masing. Kedudukan dibagi jadi dua, yaitu status dan peran. Status menyangkut pekerjaan apa yang ia miliki. Sedangkan, peran itu penjelasan detail dari status. Agar hubungan dapat terus berjalan baik, maka mereka harus bisa bekerja sama dengan baik. Itu namanya "solidaritas sosial". Kenapa mesti ada solidaritas sosial? Agar masing-masing dari mereka bisa bertahan hidup. Misal, ada "status dosen" dan "status mahasiswa". Dosen berperan sebagai pengajar, sedangkan mahasiswa berperan sebagai penerima materi ajar. Keduanya harus bisa saling solid (misal, dosen jangan menyakiti mahasiswanya. Mahasiswa jangan membuat suasana kuliah tidak kondusif. Dosen harus bisa ngasih materi yang bagus. Mahasiswa harus bisa ngasih feed back ke dosen. Dan sebagainya, lah), Biar mereka bisa... Ceritanya itu, melaksanakan Tri Dharma UI, lah. Kalau mereka bisa, mereka bisa bertahan hidup.

Tya 2012: Oh iya! Tya ngerti, kak!

Gue: :D

Awalnya, gue agak khawatir dengan perkembangan Tya 2012 ini. Dia mesti dikasih tahu secara detail dahulu. Bukan apa-apa. Kalau dia enggak dikasih tahu, kerjaannya bakalan eror. Khawatir aja kalau dosen ngasih nilai jelek ke dia! Kalau dikasih nilai yang jelek, ya mau gimana lagi?
Iya. Benar juga. Untung aja Tya minta tolong ke gue. Biar gue bisa ngasih feed back yang bagus. Insya Allah.

Hingga suatu kali, di sore hari gue dipanggil sama dia buat bantuin soal Antropologi Agama. Katanya, kelompoknya lagi kesulitan membahas Emile Durkheim mengenai Totemisme. Iya, semua itu ada di bahasan buku yang berjudul "The Elementary Forms of Religous Life". Pokoknya, semua anak antrop pasti setuju kalau buku itu MENGERIKAN. Benar-benar mengerikan. It's true story, you know. Kalau pembaca cuma bisa ketawa-ketawa aja, ya berarti pembaca masih belum paham gimana rasanya menelan materi dari buku tersebut. Serius deh. Buku itu benar-benar mengerikan.

Dua alasan kenapa buku itu mengerikan:
1. Materinya susah, karena merupakan materi gabungan antara filsafat, agama, sosiologi, dan antropologi
2. Mengguncang keimanan. Bagi yang imannya gampang goyah jangan harap bisa baca buku ini. Perkuat keimanan terlebih dahulu, baru deh baca buku ini. Seriusan, deh.

Nah...
Gue sampai di tempat janjian, yaitu Chrystal of Knowledge alias perpustakaan pusat Universitas Indonesia yang gue cintai! :D
Masuk ke lantai empat, dari kejauhan ada lambaian tangan ke arah gue. Pemilik tangan itu berkata, "Kak! Ini Tya, kak!".
Oh.
Gue langsung menghampiri dirinya, dan duduk di tempat yang kosong.

Tetapi, gue enggak menyangka satu hal.
Ternyata, Tya 2012 membawa teman-teman sekelompoknya untuk ikutan diskusi.
Wah, sesuatu banget, ini! The more, the merrier I think. So it's great to see that! :D

Ada banyak orang 2012 yang mau berdiskusi di balik meja bersama dengan gue. Iya, tapi kesemuanya itu tentu saja hanya mau berbincang soal Totemisme a la Durkheim. Oke, gimana ceritanya?

Q: Kak, kenapa sih muncul totemisme?

A: Singkatnya sih gini. Jadi, totemisme ada di masing-masing fratri di etnis Aborigin, Australia. Fratri itu terdiri dari minimal dua klan. Klan itu satu keluarga besar, ya. Nah, masing-masing fratri itu punya kepercayaan sendiri-sendiri kalau suatu organisme bisa dijadikan sesembahan (idolatry) karena punya ketangguhan tertentu. Enggak jarang juga kalau fratri tersebut menggunakan namanya sesuai dengan nama organisme sesembahannya itu. Misal, ada fratri Cockatoo (Kakak Tua) karena fratri ini senang sama hal yang cerdas, taktis, dan suara yang merdu. Dari situ mereka mengklaim bahwa mereka merupakan fratri yang lebih cerdas dan lebih taktis dibandingkan fratri2 lainnya. Jadi, fungsi minimal totem itu ada tiga, yaitu: (1) Buat sesembahan; (2) Buat wilayah/teritorial masing-masing fratri; (3) Buat menjadi identitas serta ciri khas keunikan bagi masing-masing fratri. Ada taboo atau larangan utama dari totemisme ialah dilarang memakan sesembahan. Misalnnya si fratri Cockatoo tadi, ya dia enggak boleh makan Kakak Tua

Q: Kak Ardi, totemisme itu agama atau bukan, sih?

A: Bukan. Totemisme itu agama elementer. Karena, totemisme itu enggak punya ciri2 umum/ciri2 universal agama. Ciri2 universal agama itu ada macam-macam, kayak punya kitab suci, punya utusan, punya dogma, dan punya Tuhan yang bersifat apositivis (enggak bisa dikaji secara positivistik. Enggak bisa dijamah secara empiris alias panca indra kita enggak bisa merasakan eksistensi Tuhan. Kita bisa merasakan eksistensi Tuhan lewat pengalaman religi/trauma religi/keimanan). Nah, di Totemisme emang sih punya Tuhan. Tapi, dia enggak punya kitab suci, enggak punya utusan, dan enggak punya dogma.

Q: Kak, sifat dasar primitif itu apaan, sih?

A; Sifat dasar primitif itu pertentangan. Itu merupakan pemikiran paling mendasar secara universal yang artian pasti ada di tiap diri manusia. Contohnya, ada siang dan ada malam. Ada pria, ada wanita. Ada yang kuat, dan ada yang lemah. Ada tua, ada muda. Ada hitam, ada putih. Totemisme juga punya pertentangan. Ibaratnya itu, kalau ada fratri elang, berarti ada fratri ular. Mereka berdua itu selalu musuhan. Kan elang itu musuhnya ular.

Q: Lho? Kalau gitu dua atau lebih fratri bisa bekerja sama dan berkonflik karena...?

A: Enggak lain dan enggak bukan karena gimana masing2 klan menginterpretasikan pertentangan itu. Makin bertentangan ciri khasnya, makin berpeluang besar dia buat berkonflik. Makin minim tentangan ciri khasnya, makin berpeluang besar dia buat bekerja sama. Contohnya, fratri Gagak dan fratri Elang bisa bekerja sama karena ciri-cirinya punya banyak kemiripan. Sama-sama bisa terbang, soalnya. Nah, fratri Cobra dan fratri Viper bekerja sama karena juga sama-sama melata, sama-sama berbisa, dan sama-sama seringkali diburu sama kelompok burung liar.

Q: Kalau menurut Durkheim itu sendiri, apa sih sifat spesial dari agama?

A: Setahu gue, agama dapat dikatakan sebagai "agama" itu sendiri kalau dia bisa menjelaskan sesuatu yang luar biasa. Sesuatu yang luar biasa itu merupakan sesuatu yang berada di luar kemampuan manusia dan bisa jadi berada di luar akal manusia. Misalnya, Islam bisa dikatakan sebagai agama karena memiliki berbagai misteri seperti mukjizat nabi.

Q: Kak, menurut Durkheim apa sih yang dimaksud dengan sakral dan profan?

A: "Sakral" itu "things set apart" yang artinya "sesuatu yang dipisahkan dari yang lainnya". Dari yang lainnya ini merupakan hal yang masih dapat dikendalikan oleh manusia. Iya, jadi punya sifat spesial yang tadi gue jelasin itu. Nah, kalau "profan" itu kebalikannya dari sakral. Intinya itu, profan ini bersifat keduniawian banget, lah.

Huf... Itulah inti dari diskusi antara gue dengan geng-nya Tya 2012 ini. Dengan berbagai kepenatan, keluh kesah, dan perjuangan kami lalui bersama. Mereka mencoba memahami dengan cermat. Gue mencoba menjelaskannya dengan seikhlas mungkin. Jangan kira bahwa gue menjelaskan ke mereka dalam waktu yang sekali aja, lho. Bahkan, ada lho di antara mereka yang baru paham pas gue jelasin ke mereka sebanyak lima kali. Lima kali!
Passion gue buat jadi dosen makin berkembang ketika gue mengalami kejadian ini.
Dan kalau dibayangkan kembali... Rasanya sungguh indah bisa membantu orang lain paham sama materi yang sempat ia bingungkan. Wah... :"D

Nah, ada cerita lain yang muncul saat gue bercengkrama dengan adik-adik 2013. Gue bersyukur, sekali lagi karena gue masuk mentoring maka gue bisa akrab dengan mereka ini. Nah, suatu kali kelompok menti gue kerepotan mengerjakan tugasnya. Mereka meminta bantuan sama gue secara langsung. Mereka meminta gue buat bertemu di sebelah perpustakaan FISIP. Sesampainya gue di sana...

Leny: Kak Ardi!

Gue: Halo, Leny!

Sari: Kak! Maaf ngerepotin lagi! Kita lagi kerepotan nih. Dikit lagi banget nih. Buat ngerjain penyelesaian, kita masih bingung, nih.

Gue: Sini gue bantu.

Setelah itu gue bantu mereka dengan semaksimal mungkin. Hasilnya, Alhamdulillah pekerjaan mereka sudah selesai sepenuhnya. Semua senang. Semua bisa pulang ke rumah dengan hati yang tenang.
Tetapi, gue masih belum bisa pulang.
Karena, ada beberapa adik 2013 lainnya yang ada di tempat dan juga masih menderita. Seperti biasa, kakak mentornya masing-masing tidak dapat membantu mereka secara langsung. Maka, coba gue bantuin. Sebisa mungkin aja.

Huf... Akhirnya selesai juga! Setelah beberes, kami semua justru malah menghabiskan waktu hingga malam hari di tempat yang sama untuk berbincang bersama-sama. Kami berbicara mengenai cita-cita dan impian masing-masing. Kami berbicara mengenai asal muasal masing-masing. Ada yang berasal dari Jawa Barat. Ada yang berasal dari Jawa Timur. Ada yang berasal dari Sumatera Utara. Bahkan, ada yang berasal dari Timur sana, tepatnya dari Nusa Tenggara Timur.
Wah! Antropologi UI adalah gambaran Indonesia! Gambaran diversitas yang ditambah dengan kehausan mencari ilmu pengetahuan! :D
Dan khusus buat Antropologi UI 2013, gue bangga sama kalian! :D

Ada cerita lain lagi...
Di saat gue lagi galau karena tema dan topik penelitian skripsi masih perlu diubah-ubah lagi, gue banyak berbincang denga Damar 2010. Ia, Damar yang dulu pernah gue ceritain saat di Desa Nunuk itu. Orang yang ngasih tahu cheat jet pack GTA San Andreas saat Bus Loragung yang kami naiki sedang ngebut-ngebutnya itu.
Iya, Damar yang itu. Kalau mau tahu kayak gimana mukanya, mukanya itu bener-bener mirip sama pebalap bernama Albert von Thurn und Taxis. Sifat dan sikapnya juga mirip. Walaupun humoris, tetapi gesture-nya tetap ramah dan dapat diterima oleh siapapun, bahkan wibawanya juga tetap kejaga.
Well. Jadi, Damar ini merupakan Pangeran Yang Mulia Albert dari Indonesia, nih? Barangkali, Damar sebenarnya Pangeran Muda dari Bogor (karena Damar berdomisili di Bogor)... *suddenly clarity clarence*

Ah, enggak gitu juga ah, Di! Ini nih akibatnya kebanyakan menghayal! Sorry kalau enggak lucu sama sekali! XD

Waktu itu pada malam hari gue nelpon Damar. Gue minta curhat sama dia mengenai soal masalah hidup.

Gue: Mar! Apa kabar?

Damar: Alhamdulillah, Di. Baik-baik aja gua! Gimana kabar skripsi?

Gue: Wah, buruk sekali nih, Mar. Gue baru nyampe di tema dan topik. Masih perlu diubah lagi soalnya masih belum jelas mau neliti apaan.

Damar: Ooh. Wah, sabar ya, Di. Ikutin aja apa kata dosen pembimbing, lo. Pasti bisa, kok.

Gue: Iya, Mar. Kalo lo sendiri gimana? Udah nyampe mana skripsinya?

Damar: Udah nyampe Surabaya. Eh, salah ya!? Hehe. Alhamdulillah, udah mau selese Bab 2.

Gue: Wah... Cepet bener. Selamat ya, semoga sukses sampai selesai!

Damar: Aamiin. Iya, Di. Eh, ngomong-ngomong ada beberapa game baru di XBOX 360, lho! Enggak beli?

Gue: Iya, nih. Maaf gue kurang apdet akibat galau sama skripsi, mentoring, sama majalah. Ada apaan aja, emang?

Damar: Galau boleh sih galau, Di. Asalkan lo jangan lupa sama hobi. Soalnya, hobi itu bisa bikin sembuh hati yang terluka akibat kegalauan, lho. Nah... Ada banyak game action yang bisa lo cobain, Di... Misalnya Watch Dogs, L.A. Noire, Red Dead Redemption, Sleeping Dogs, sama GTA V. Itu gue rekomendasikan dua itu karena punya story line yang bagus sekali. Enggak cuma gameplay dan actionnya aja yang keren, tapi ceritanya juga bagus banget. Enggak bakalan nyesel deh lo sama games yang kayak gitu.

Gue: Oh! Wah, good! Wah, gue jadi pengen mainin GTA V, deh!

Damar: Sip bangetlah, Di! Tapi saran gue sih, lo coba aja beli semua games yang gue rekomendasikan di atas dan coba aja satu persatu. Serius, dijamin lo enggak bakalan ngerasa rugi. Lo dulu pernah mainin GTAs yang ada di PS2, kan? Kalau emang iya, ya games tadi itu enggak jauh2 genre-nya kayak tadi. Misal, kalo Watch Dogs itu mirip, tapi juga banyak soal hacking dan spionase, jadi lebih taktis gitu. Terus L.A. Noire itu kebalikannya dari GTA V, kita ngendaliin karakter protagonis yang jadi polisi! Nah, kalo RDR sama Sleeping Dogs  itu unik... Dia itu punya latar belakang masa yang jadul. Jadi, lo di situ diajak buat ngendaliin perkakas dianggap kuno kayak ngendaliin kuda, jadi sheriff, cobain senjata jadul kayak bayonet, dan sebagainya lah.

Gue: Wah, luar biasa!

Damar: Oke? Segera beli dan coba! Dijamin itu semua bakalan nge-refrersh otak lo yang lagi mumet-mumetnya ngerjain skripsi!

Hahaha! Yup, dengan sesegera mungkin gue membeli GTA V dan... Mainin dengan tampang poker... Terus ngiler...
Sembari ngalor ngidul pake karakter yang bernama Franklin Clinton... Gue mencuri mobil bagus yang bernama Vapid Bullet GT (ini plesetannya dari Ford GT 2002)... Dan... Gue naik ke bukit di malam hari dengan mobil super cepat tersebut... Dan...
Melihat pemandangan kota Los Santos di malam hari.

AAAHHH!! WHAT A STUNNING GRAPHICS, JUST LIKE THE REAL FUCKIN' WORLD!!! X""D.

Subhanaulllah :D.

Dengan sesegera mungkin gue ngelapor ke Damar.

Gue: Mar! Wah! Asyik banget nih, GTA V! Pemandangannya bagus gila! Mobilnya juga bagus-bagus! Jauh lebih detail daripada San Andreas! Pokoknya luar biasa, lah!

Damar: Iya, dong...! Kan, enggak nyesel. Gimana sama yang lainnya? Udah dicoba, kan?

Gue: Wah, belum, Mar. Gue baru beli GTA V. Yang lain belum, soalnya tabungan di duit gue kagak cukup buat beli semuanya.

Damar: Oh, it's okay! Pokoknya kalau sempat dan bisa, beli aja semua. Dijamin enggak nyesel, deh!

Gue: Ooh. Oke, sip-sip. Oh iya, Mar. Gile, kan gue baru nyelesein misi ini. Gue udah ngerasa mayan jauh. Banyak juga ya, misinya. Lo udah nyampe mana, Mar?

Damar: Oh? Lah, gue udah tamat, Di!

GUBRAK! X"D

Gue: Hahaha, nailed it right in my ass! XD

Damar: Hahaha. Oh iya, saran gue sebelum tamat, lo coba deh eksplorasi apa aja yang ada di tiap sudut lokasi. Di situ lo bakalan nemu banyak hal yang unik. Terus, jangan lupa update soal glitch yang ada di GTA V. Coba aja cek video-video yang ada di youtube. Semua itu bisa nerangin lo soal glitch. Belum lagi misterinya. Sama, kalau lo ngerasa stag di suatu misi, ya lihat aja walkthrough-nya di youtube. Dijamin ngebantu banget.

Gue: Walaupun yang gue harap gue enggak membutuhkan bantuan walkthrough sama sekali sih, Mar!

Damar: Asyeek! Yaudah, selamat menikmati GTA V, Di!

Gue: Thanks a lot lot, Maar! :D

Nah. Cerita enggak berhenti sampai di situ. Ada pula saat gue menolong Zem ketika dia sedang kerepotan ngerjain soal UAS. Waktu itu, dia kerepotan ngerjain soal organisasi sosial karena dosennya lagi sensi sama dia. Wah. Menyebalkan sekali :"(

Zem: Gue minta tolong boleh enggak, Di? Ada soal UAS, susah banget, nih.

Gue: Apa soalnya?

Zem: Soal pertama. Bagaimana implikasi dari Asch Experiment?

Gue: ...

Zem: Di?

Gue: Coba di skip dulu, gih. Gue enggak ngerti. Kalo kayak gitu caranya, kita mesti tahu dulu nih apa yang dimaksud dengan Asch Experiment. Lanjutin ke nomer dua.

Zem: Soal kedua. Bagaimana hubungan antara status dan norma dalam mempengaruhi perilaku kelompok?

Gue: Wah, ini agak gampang sih. Tapi panjang banget penjelasannya. Outline-nya tuh gini... Jelasin status itu apa, norma itu apa, terus dikaitkan. Kaitannya, makin ketat normanya, statusnya bisa jadi pembeda hubungan antar kelompok. Ada dua jenis, yaitu kelompok informal dan kelompok formal. Kalau informal itu sifatnya loose, kalau formal itu sifatnya strict.

Zem: Oke. Soal ketiga, "Kohesivitas dalam kelompok sosial dapat meningkatkan produktivitas kerja", apakah anda setuju dengan pendapat tersebut?

Gue: Bilang aja, "setuju".

Zem: Karena?

Gue: Enggak tahu.

GUBRAK! X"D

Zem: Yah, Di! Terus katanya jelasin lewat bridging and bonding relationship. Apa tuh maksudnya!

EMAK! TOLONGIN OTONG! SUSAH BANGET SOALNYA! PADAHAL SOAL NOMER DUA TADI UDAH MAYAN GAMPANG, EH SOAL NOMER TIGA MALAH LEBIH SUSAH LAGI! :"((

Ugh :(

Akhirnya gue bantu satu persatu. Intinya, gue bisa jawab soal-soal ini akibat bantuan dari Mbah Google. Lagi-lagi. Terkadang juga gue perlu beberapa referensi yang gue miliki di rumah, sama kadang juga mesti baca dan bikin kartu referensi di Chrystal of Knowledge. Huf, satu hal aja sih: untung aja bisa selesai. Karena, analisisnya itu susah bukan main. :(

Intinya, cara jawab soal nomer satu itu dengan tahu apa sih yang dimaksud dengan asch experiment. asch experiment itu suatu penelitian psikologi sosial yang menyangkut tekanan sosial. Tekanan sosial bisa menyebabkan orang-orang "lemah" mengikuti aliran orang-orang "kuat". Ini seringkali terjadi saat debat kusir terjadi. Makanya, kalau terjadi debat biasanya orang enggak mau ngalah. Sekalipun orang itu udah jelas salah, tapi dia tetap aja enggak mau ngalah. Agar dia bisa menyelamatkan dirinya, maka mau enggak mau dia harus melemparkan tekanan sosial ke orang yang benar. Implikasinya ya, konflik sosial.

Soal nomer dua. ikutin aja sesuai dengan outline yang gue tawarin tadi, Zem.

Soal nomer tiga, nah ini nih yang paling panjang -,- . Pertama, kohesivitas itu bisa terjadi apabila satu kelompok ini anggotanya pada loyal. Jadi, enggak bakal ada pengkhianatan di dalamnya, gitu. Kedua, bridging and bonding relation itu gimana cara suatu kelompok mendapatkan sumber daya tertentu. Nah, tinggal kita kaitkan aja antara kedua hal itu. Intinya, kohesivitas bisa terjadi apabila masing-masing kelompok dapat mendayagunakan sumber daya yang sudah diraih secara adil dan merata. Semakin adil, kohesivitas kelompok semakin terjaga.

Udah! Intinya gitu! Pokoknya soal itu memusingkan! :"(

Sekali lagi, untung aja bisa selesai dengan baik :"D

Sampai suatu saat... Gue mendapatkan kabar baik dari Zem.

Zem: Di! Makasih banyak ya! Berkat bantuan lo, soal UAS Organisasi Sosial yang susahnya kelewatan itu bisa gue kerjain... Dan hasilnya...

Gue: Iye! Alih-alih kita bisa ngerjain, hasilnya gimana!?

Zem: Dapet B+ ! Dapet 79.5! Haduh! Bagus sih, tapi seharusnya kan A-. Maklum, dosennya terlanjut sensi sama gua. Sorry ya, Di. Susah-susah kita ngerjain, tapi enggak dapet A, juga.

Gue: Wah. Iya, bersyukurlah, Zem! Kan mendingan dapet B daripada dapet C. Ya enggak!? Soal si dosen tetep sensi apa enggak sama lo, ya terserah dia. Gue juga pernah ngalamin kejadian yang sama, kok. Gara-gara dosennya sensi sama gue, sebagus apapun hasil penelitian yang gue setorin ke dia... Pasti tetep dapet B. Namanya dosen yang sensi sama mahasiswanya emang kayak gitu, Zem. Dia enggak rela ngelihat mahasiswanya yang nyolot dapet nilai bagus!

Zem: Wah? Iya ya, Di? Mesti harap maklum dan harap sabar dah kalau kayak begitu. Oh iya, Di. Katanya lo suatu saat pengen jadi dosen, kan? Jangan ampe lo kayak mereka, ya!

Gue: Insya Allah enggak! Kalaupun gue sensi sama beberapa mahasiswa yang (kelihatannya) nyolot sama gue, gue bakalan tetep profesional. Kalaupun mereka emang pinter analisisnya, ya bakalan gue kasih nilai yang bagus. Tapi, ya... Sebisa mungkin gue enggak bakalan sensi sama peserta didik gue, sih. Sebisa mungkin yang namanya acara sensi-sensian mesti banget dihindarin...

Zem: Good... Nih, buat kado karena udah bantuin gue mati-matian... Gue punya cerita lucu. Jadi, sebelum masuk ke UIN dulu, gue sama teman-teman sejurusan kan disuruh ngikutin TOAFL. TOAFL itu Test Of Arabic as Foreign Language...

Gue: Hah? Jadi TOEFL itu TOAFL-nya versi Arab!?

Zem: Iya, betul sekali, Di! Jadi, iya kita semua yang enggak tahu soal Bahasa Arab jelas banget keteteran pas ngerjain itu! Dan nyatanya bener aja! Cuma anak-anak lulusan pesantren aja yang bisa ngerjain itu.


Gue: Ya.. Kan anak pesantren pas dulu sekolah dididik soal baca dan tulis Kitab Kuning...


Zem: Apaan tuh Kitab Kuning?


Gue: Itu, buku isinya Arab Botak semua!


Kami berdua sontak tertawa terbahak-bahak. Sorry, no offense bagi anak-anak pesantren, ya! :D


Zem: Nah. Haha, kan kita lagi ngerjain itu. Aduh, soal listening kita bingung. Soal reading kita juga bingung. Soal conversation apalagi.


Gue: Gile! Bener-bener kayak TOEFL, ya! Cuma ini bedanya pake Bahasa Arab! Barokah sekali! X"D


Kami berdua kembali tertawa terbahak-bahak!


Zem: Nah, suatu kali test reading gitu. Gue diceletukin sama penguji. Kata pengujinya, 'Hey! Yang namanya Bahasa Arab itu enggak kayak Bahasa Quran! Enggak punya Harakat! Enggak dibaca panjang pendek! Gimana sih, kamu!'.


Gue: Anjir, ya mana kita tahu! Kita kan orang awam yang bukan orang Arab! Ya mana kita tahu! X"D


Zem: Ya makanya itu, Di! XD Terus juga, ada temen gue namanya Anto. Pas lagi test listening gitu, dia diem aja. Pengujinya nyerocosin Bahasa Arab. Nah, pas pengujinya nanya, 'Tahu enggak jawabannya apaan?'. Eh, si Anto ini malah jawab, 'Aamiin!'.


Kami berdua tertawa semakin kencang. Lebih kencang daripada yang sebelum-sebelumnya!


Haha.. Ternyata, dampak positif dari membantu teman itu.. Iya, mempererat tali silaturahmi. Dan jadi ketahuan gitu. Kita dari situ bisa tahu siapa aja teman yang bagus sama kita dan mana yang buruk buat kita. Kalau ada teman yang begitu baik dan perhatian sama kita setelah kita menolongnya, ya artinya teman itu baik buat diri kita. Kalau kebalikannya... Ya, itu merupakan teman yang biasa. Teman yang patut untuk diacuhkan. :|


Nah, ada satu lagi cerita mengenai teman. Iya, dia adik kelas sekaligus teman gue. Yang sebenarnya dia itu satu SMP, satu SMA, dan satu jurusan sama gue. Bahkan! Dia merupakan tetangga dekat dengan rumah gue. Hebat sekali, bukan!?


Namanya Adhika 2012.


Naahh...


Adhika ini suatu saat kebingungan di dalam memahami artikel berbahasa Inggris. Seperti biasa, artikel antropologi itu emang jarang yang berbahasa Indonesia. Rata-rata berbahasa Inggris. Kejadiannya mirip banget sama kayak si Tya 2012 tadi. Bedanya, kali ini yang mengalami ya si Adhika 2012 ini.


Adhika 2012: Kak. Gue boleh enggak ke rumah lo buat ngerjain tugas ini?


Gue: Ayuk! Masuk aja ke rumah gue sekarang juga!


Adhika: Oke.


Satu menit kemudian, dia ngebel rumah.


Gue: Cepet amat! Oh iya, kita kan tetanggaan dekat! XD


Adhika: Yoi, kak. Maaf ya kak, sebelumnya gue ngerepotin banget.


Gue: Ah, enggak kok. Santai aja. Kalopun emang ngerepotin, pasti gue tolak kok permohonan bantuan lo. Yuk, masuk ke kamar gue.


Setelah berdiskusi hingga selesai...


Adhika: Kak, lo punya simulator itu buat mainin apaan?


Oh? Ternyata dia nyadar juga ya kalo gue masang simulator di ruang tengah lantai dua?


Gue: Iya. Buat mainin Gran Turismo 6.


Adhika: Wah? Kalo gue punyanya Gran Turismo 5, kak!


Di sinilah pembicaraan akrab antara gue dengan Adhika berjalan dengan lancar bagaikan aliran air sungai! Tentu saja, diskusi kami berdua itu enggak jauh-jauh dari pembicaraan yang paling gue favoritkan : OTOMOTIF RODA EMPAT! XD


Gue: Suka pake mobil apaan?


Adhika: Gue sih suka sama mobil2 Japanese Super GT kayak macam2 Castrol Tom's Supra.


Gue: Wew. Kapan-kapan boleh tuh kita tandingin sama Honda Sport Velocity-nya gue! Kalo mobil biasa (stock) lo sukanya apaan?


Adhika: Macem-macem Ferrari, gitu. Ferrari yang mana aja sih bagus. Tapi, yang saat ini lagi bagus sih, kalo dalam pandangan gue itu... Ferrari 458 Italia.


Wah. Ferrari 458 Italia! Mobil favoritnya dia sama kayak sahabat gue yang bernama Arifi!


Gue: Wow! What a good choice of car!


Adhika: Kalau lo sukanya yang mana, kak?


Gue: Gue sukanya McLaren MP4-12C. Traction Control System-nya yang aduhai dan Seamless Shift-nya yang luar biasa membuat gue jatuh hati terhadap supercar manis yang satu ini.


Adhika: Haduh bahasanya kayak bahasa surat cinta aja, kak! XD


Gue: Haha! XD Kalo lo suka sama kelas kompetisi yang mana?


Adhika: Gue sih kalau mau jujur... Lebih suka sama kompetisi kelas Formula. Gue paling suka sama Formula One, terutama. Tim favorit gue Ferrari...


Gue: Wah, gue juga pernah suka sama Formula One, tapi jaman dulu. Pas tahun 1997, pas masih ada Mika Hakkinen menunggangi McLaren.


Adhika: Ah! Wah, kalo jaman dulu mah Ferrari masih keren-keren, kak! Jaman dulu itu masih pake mesin V12. Dan downforce-nya gede. Kalau sekarang, kadang pake V10, malah ada juga yang pake V8. Nilai downforce-nya juga makin rendah. Belum lagi, dulu pake racing slick tyre. Sekarang pake semi-slick.


Gue: Lah? Gue aja yang kurang ngikutin kompetisi Formula One kecewa mendengarnya! Kok bisa gitu? Lah, kalau pake meisn V8 ya apa bedanya sama supercars jaman sekarang! Sama, Formula kan performanya gede. Kalau nilai performanya gede tapi enggak diseimbangin sama modifikasi yang tinggi ya gimana bisa jalan?


Adhika: Nah itu, dia. Rata2 fans ngeritik lewat gitu. Sama persislah kayak yang kakak bilang. Tapi, katanya semua mengalami down grade buat alasan keamanan. Biar angka kecelakaan makin minimal.


Gue: Iya, sih. Logikanya emang begitu. Kan katanya makin tinggi nilai performa suatu mobil, makin sulit buat dikendalikan, tetapi makin kencang dan lincah juga. Iya, bukan berarti makin kencang dan lincah makin enak, tapi malah sulit. Mobil yang punya nilai performa tinggi harus diperlakukan secara khusus. Soal gimana tekanan pedal (gas dan rem) serta putaran setir harus diperhatikan dengan seksama. Kalau enggak, ya terjadilah kecelakaan!


Adhika: Nah itu... Dampak negatif lainnya jadi, ya.. Kurang kompetitif, gitu! Jadi, kalau jaman dulu itu susul-susulan sering banget terjadi. Nah, sekarang ini susul-susulan malah jadi susah! Susah, jarang banget formula jaman sekarang yang bisa nyusul baik lewat slipstream maupun lewat cornering...


Gue: Yah... Mengecewakan sekali, ya!? :"(


Adhika: Iya, kak... Oh iya, kalau kakak sukanya event yang mana?


Gue: Gue sukanya FIA GT Series. FIA GT3, FIA GT2 (GTE Pro - GTE Am), sama FIA GT1. Semuanya gue suka. Gue senang gimana mobil2 supercars dimodif sesuai homologasi dan dipertandingkan satu sama lain. Gue juga terkadang ngikutin Le Mans Prototype Series.


Adhika: Oh. Wah, kalau gue lebih sering lihat GT300 sama GT500, kak. Wah, yang 24 jam itu, ya?


Gue: Yep. Seneng banget rasanya bisa nonton 24 jam gitu. Puas mantap, udah pastilah. Gimana enggak kenyang tuh nonton balap dalam waktu 24 jam :)


Enggak lama kemudian, Adhika minta pamit untuk pulang karena hari sudah malam. Dia enggak lupa ngucapin makasih ke gua.


Aah. Dan gue menemukan seorang adik kelas sekaligus teman, sekaligus tetangga yang baik ke diri gua. Dia enggak cuma baik aja, tetapi juga perhatian sama diri gue. Yang juga gue senangin dari dirinya, dia juga suka sama otomotif. Menyenangkan sekali rasanya punya teman yang punya satu hobi sama diri gua :D


Gue enggak menyesal kalau punya teman yang jumlahnya sedikit tapi setia. Daripada punya banyak teman tapi mereka semua mampu menjerumuskan gue ke jalan yang salah dan penuh dengan kemunafikan. Ngapain punya teman yang kayak gitu. Makanya, gue patut berbahagia. Inilah kebahagiaan yang gue temukan di saat awal-awal mengerjakan skripsi. Satu hal yang gue sesali: gue baru menyadari hal tersebut saat ini. Benar-benar telat. Tetapi, lebih baik telat daripada tidak sama sekali :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar