Ayo Berjuang

Ayo Berjuang
Pantang Mundur

Jumat, 27 Februari 2015

Kepahitan di Awal Pengerjaan Skripsi: Marah ke Orang yang Tidak Salah - Sebuah Cerita Sampingan

Salam sejahtera semuanya...

Kembali lagi bersama Ardi Pritadi. Kali ini gue bakalan ceritain kejadian apa yang ada di saat gue membuat skripsi. Tepatnya, ketika awal-awal pengerjaan skripsi sedang berlangsung.

Di postingan yang sebelumnya, kan udah gue ceritain tuh soal bagaimana gue menyelesaikan masa awal pengerjaan skripsi ditengarai dengan selesainya ragangan yang udah ditawarin. Nah, sebelum gue menyelesaikan semua itu, ada beberapa kejadian tidak mengenakan hati yang terjadi.

Tentu saja, pada akarnya itu karena gue lagi stres. Stres yang gue alami ini belum pernah gue lalui. Bahkan, gue ngerasa kalau stres ini jauh lebih buruk ketimbang stres yang gue alami saat SMA lalu. Padahal, saat SMA itu gue udah dapetin stres yang enggak ketulungan sama sekali. Banyak banget nasib sial yang gue lalui saat itu.

Masa yang lagi gue alami ini merupakan masa yang penuh dengan ketidakpastian. Masa ketika gue tahu ada beberapa orang yang mendukung gue buat berhasil mengerjakan skripsi, bahkan juga sebaliknya. Kebalikannya ini bisa meliputi berbagai hal berikut seperti ketidaksukaan hingga pengacuhan. Gue lebih banyak mengalami pengacuhan, sih.

Iya, gue ngerasa diri gue diacuhin.

Gue ngerasa banget diacuhin. Diacuhin ke beberapa orang yang padahal dulunya pernah gue tolongin mati-matian, tapi sekarang dia sama sekali enggak mau nolongin gue. Jadi, buat konteks yang sekarang ini, gue ngerasa banget kalau gue diacuhin di dalam mengerjakan skripsi. Enggak, lebih tepatnya lagi, gue banyak banget disuruh melakukan hal-hal yang mengganggu pengerjaan skripsi seperti pengerjaan organisasi atau himpunan. Tapi, orang-orang yang menyuruh-nyuruh, meminta tolong, mengemis bantuan gue itu enggak mau peduli sama kesibukan apa yang gue alami.
Iya! Mereka enggak nanyain mengenai apa sih yang sedang gue lakuin. Mereka enggak tahu kalau gue juga sedang sibuk mengerjakan skripsi. Dan, gue mengerjakan itu dengan susah payah. Enggak ngaruh soal gue itu bisa cerdas atau rajin. Kalau yang namanya susah, ya tetep aja susah!

Iya.. Jadi, heran banget. Kenapa mereka enggak nanya sebelum meminta tolong, "Di, ada kesibukan apa? Ngeganggu enggak kalau gue minta tolong ini itu?". Tanpa ba-bi-bu, mereka langsung meminta tolong ke gua!

Ada dua orang yang sering banget minta tolong ke gue soal ini itu, yaitu Apiz dan Devita. Apa yang sering mereka suruh ke diri gua? Kerjaan organisasi yang merepotkan lahir batin. Semua itu udah gue ceritain di dua postingan sebelum ini :( .

Hingga akhirnya, gue tidak sengaja bertemu dengan Devita di Perpusat ketika hendak menemani Zem mencari referensi baru. Saat ia bertanya mengenai kabar gue, gue menjawab dengan dingin,
"Kabar gue lagi buruk. Jangan ditanya-tanya lagi. Pusing banget sama skripsi yang enggak bisa selese gara-gara kerjaan lainnya.".
Devita merespons dengan diam sejenak dan dengan ekspresi poker. Ia lalu berkata, "Oh. Iya. Semangat ya, Di.".

... Yaelah, Dev. Ngasih semangat sama perhatian kok baru sekarang. Seharusnya dari dulu. Seharusnya dari saat gue udah mulai sibuk saat ngerjain skripsi. :(

Setelah Apiz lulus dengan tepat waktu, gue mulai mencoba mendapatkan waktu bimbingan agar ragangan yang sudah diselesaikan ini dapat diterima dengan baik. Jadi, waktu itu gue nunggu Bu Yasmine seperti biasa di depan ruang kerjanya. Beliau masih berada di perjalanan akibat macet. Di tengah-tengah gue menunggu dengan sabar...
Kesabaran gue habis.
Karena, gue bertemu dengan orang yang salah. Gue bertemu dengan orang yang salah dan di saat yang kurang tepat.
Orang itu bernama Apiz.
Apiz lalu menyapa gue dan bertanya mengenai kabar gue. Mirip banget seperti apa yang telah dikatakan oleh Devita waktu itu. Sekali lagi, gue cuma bisa berkata dalam hati, "Kenapa si Apiz ini baru ngasih perhatian di saat ini? Saat yang sama sekali enggak tepat?".
Gue menjawab dengan dingin, "Kabar gue enggak baik.". Gue harap, dengan gue berkata itu, Apiz nyadar kalau apa yang selama ini dia lakuin begitu merepotkan diri gue. Hingga, merepotkan juga di dalam konteks pengerjaan skripsi yang berdampak kepada penundaaan waktu kelulusan. Ingat, gue emang enggak punya rencana buat lulus di atas empat tahun, lho!
Apiz malah menjawab dengan kurang peka, "Kenapa enggak baik, Di? Lo sakit? Cepetan minum obat gih biar langsung sembuh!".
... Dalam hati gue cuma bisa berkata, "Bukan sakit fisik lho, Piz. Melainkan, sakit psikis. Terus, kalau gue sakit psikis, gue mesti minum obat yang kayak bagaimana!? Ah sudahlah... Berbicara dengan orang macam lo emang susah banget, Piz. Enggak bisa dimengerti. Tapi, lonya juga enggak bisa ngerti gue. Kita sama-sama saling enggak mengerti satu sama lainnya, jadi ya emang dari sananya udah susah.". :"(

Hingga suatu kali, adik kelas gue yang bernama Tya 2012 menanyakan kabar gue. Iya, dia menanyakan kabar diri gue enggak jauh di saat gue udah mulai menunjukkan sikap enggak suka terhadap Devita dan Apiz. Tya bertanya melalui SMS dengan baik-baik, "Kak Ardi, apa kabar? Hehehe.".

... Gue menjawab dengan dingin,
"... Kabar enggak baik. Jangan ganggu gue dulu, Tya. Gue lagi pusing.".

... :"(

Di saat itu juga, gue menyesal. Gue menyesal, gue mesti marah ke orang yang enggak punya salah apa-apa sama diri gue. Okelah, karena Apiz dan Devita sering bikin gue kesal alias ngerepotin melulu, ya wajar aja kalau gue kesel sama dua makhluk itu.
Tetapi,
tetapi,
tetapi,

...

KENAPA GUE MESTI MARAH KE TYA!!?? :"(

...

Gue waktu itu kebetulan punya waktu luang di malam hari buat cerita-cerita sama nyokap. Seharusnya, gue bisa bercerita sama nyokap di waktu pagi atau siang, bahkan sore. Asalkan, bukan pada waktu larut malam sebelum tidur. Karena, waktu yang seperti itu tuh bawaannya capek. Kalau capek, urusan curhat malah jadi enggak konsen, gitu. Ngapain cerita dengan keadaan yang kurang prima. Orang yang mendengarkan kan bisa jadi enggak paham sama apa yang diceritain oleh si pencerita?

Waktu malam digunakan karena... Di waktu selain itu nyokap sedang sibuk bermain-main dengan cucu-cucunya. Nah, ini nih yang enggak gue suka. Masalahnya, kalau gue cerita sama nyokap di saat mereka ada, jadinya cerita enggak gue bisa sampaikan dengan lancar.

Mengapa? Apakah dengan begini kalau gue mesti mengerti, mesti paham bahwa mereka merupakan anak-anak belaka? Anak-anak yang mana mereka itu merupakan makhluk yang perlu dimengerti dan dimanjakan? Jadi, prioritaskan apa yang mereka inginkan terlebih dahulu, kah? Bagaimana kalau mereka sama sekali enggak ngerti sama diri gue? Ya, wajar kan namanya juga anak-anak, ya mana mereka ngerti. Lho, tapi kan diri gue ini juga manusia. Gue juga otomatis perlu dimengerti juga, dong! -,-
Kalaupun emang enggak bisa, ke mana orang tuanya si mereka? Pada lagi sibuk kerja. Makanya, mereka nitipin aja ke oma-nya. Nah, ini nih yang enggak gue suka sama sekali -,-

Di saat nyokap bertanya mengenai keadaan diri gue... Karena berbagai tumpukan masalah... Karena berbagai tumpukan emosi negatif akibat tumpukan masalah yang juga belum pada selesai itu...

Tiba-tiba, gue membentak nyokap, "Pokoknya diri aku lagi enggak baik! Semuanya merepotkan aku!! SEMUANYA!!!".

... :"(

Dan di saat itu pulalah gue baru menyadari kalau saat itu merupakan momen pertama kalinya gue berani membentak orang tua satu-satunya diri gue ini. Ibarat kata, kalau kata al-Quran namanya "Uffin" yang artinya perkataan yang membentak dan menyakiti hati orang tua... Yang mana, kalau "Uffin" itu diucapkan maka artinya si anak bergerak maju selangkah untuk...
Durhaka kepada orang tuanya...

... Gue lalu berkata dengan halus, "Eh... Astaghfirullah... Bukan begitu maksudnya, ma.".

Ada satu kejadian lagi, yaitu perkara promosi blog. Itu benar-benar karena kesalahan yang enggak sengaja gue buat. Kali ini, gue waktu itu kena clash dengan Leny 2013. Leny ini menjadi salah satu adik kelas yang begitu perhatian terhadap diri gue, selain Tya. Dia bertanya mengenai kabar diri gue, dan tentu saja seperti biasanya gue menjawab dengan dingin. Leny lalu menyemangati diri gue dengan melas dan tiba-tiba menawarkan sebuah hal...
"Kak, buat semangat... Mau enggak, Kak Ardi didaftarin buat masuk ke dalam promosional Blog yang bernama Access Trade? Kakak kan bikin blog nih, soalnya Access Trade bisa memberikan keuntungan bagi blogger yang mendaftar di tempat itu. Dikhususkan bagi mahasiswa/i yang memiliki blog yang bagus. Menurut saya, blog kakak ini begitu bagus dan inspiratif. Kakak mau apa enggak didaftarin? Kalau mau, biar Leny aja yang daftarin.".
Walaupun hati nurani gue menolak dengan keras, entah kenapa gue menjawab, "Daftarin aja, Len.". Setelah itu, Leny menanyakan beberapa hal teknis terkait alamat email dan password yang akan disajikan buat user account yang baru.
Ternyata, karena gue enggak konsentrasi, ada kejadian salah paham saat pemberian password tersebut...

Leny: Jadi, kak. Kakak maunya dikasih password apa?

Gue: Berakdicelana. Enggak pake spasi, huruf kapital ada di huruf pertama ya, Len.

Leny: Oke, jadi password-nya "Berakdicelana" ya, kak.

Gue: Iya, Len.

Setelah itu, Leny lupa dengan nama password tersebut. Ia lalu bertanya buat kedua kalinya setelah satu jam berlalu...

Leny: Kak! Tadi password-nya apa?

Gue: Lho? Kan udah gue kasih tahu?

Leny: Iya, kak. Maaf kak, hehe, tapi gue lupa.

Gue: Ah elo sih gimana! Hmm... Namanya "Kencingdijamban".

Leny: Oke, kak.

Hm?

Lho?

Lah, kan! Alih-alih Leny-nya lupa sama password, ternyata gue-nya juga ikutan lupa sama password tersebut! -,-"

Intinya, gue sama Leny sama-sama menjadi pelupa dadakan -,-"

Akibatnya, Leny enggak bisa memunculkan user account tersebut karena password-nya (jelas-jelas) salah. Nah, apa konsekuensi dari kesalahan tersebut? Kita harus bikin email yang baru.

Leny: Kak, ini kak. Leny bikin email sama password yang baru dan itu khusus buat user account-nya Access Trade kakak. Nama emailnya "Ardi_Antrop_2010", terus passwordnya "penelitiansosialbudaya". Entar Access Trade-nya ngasih info ke kakak lewat email baru itu.

Di situ juga gue langsung spaneng.

Gue: LENY! SIAPA YANG NYURUH LO BIKININ GUE EMAIL BARU!?

Leny: Eh, kak. Maaf. Abisan, kak...

Gue: CUKUP, LEN! CUKUP!! GUE UDAH PUNYA DUA EMAIL! DAN PUNYA DUA AJA GUE UDAH PUSING, APALAGI TIGA EMAIL! MANA SATU EMAIL BARU INI CUMA BUAT NGURUSIN ACCESS TRADE PULA!!!

Leny: Ah... Kak.

....

Ugh... Kenapa Leny berani kurang ajar ke gua?
Atau, bukan begitu sih pertanyaannya...
Kenapa gue enggak menolak tawaran dari Leny dengan tegas? Kenapa tiba-tiba aja gue terima? Kalau gue tolak, kan enggak perlu ada kejadian bodoh kayak gitu :"(
Lagian... Lagian gue kan lagi sibuk banget sama skripsi. Jadi, enggak perlulah ikut tawaran ini itu. Tawaran kerja, kek. Tawaran tugas selain skripsi, kek. Dan sebagainya.

Fokus dulu, Di. Fokus dulu buat kelulusan. Sedangkan, syarat satu-satunya buat berhasil lulus ini ialah... Skripsi. Bukan yang lainnya.

Apa karena gue... Saking hebohnya, makanya gue enggak bisa mengendalikan diri? Saking pusingnya, ampe-ampe gue enggak bisa mengendalikan diri? Jadi, karena emosi yang naik turun itu, karena masalah yang bertumpuk-tumpuk itu... Akhirnya tindakan dan perilaku gue belakangan ini jadi error?
Wah... Mulai sekarang juga, gue mesti bisa belajar mengendalikan diri. Jangan sampai emosi negatif dan berbagai masalah hidup lainnya mengendalikan diri gue.. :"|

Tidak ada komentar:

Posting Komentar